“liputan eksklusif dari pertemuan rahasia masyarakat binatang di alam”syahdan, di suatu malam yang senyapketika malaikat rahmat turun menawarkan ampunandan sekalian manusia lelappara binatang dari berbagai etnis dan golongan yang masih tersisa di muka bumidari golongan binatang buas, binatang air, unggas, ternak, seranggadan segenap binatang melatadiam-diam berkumpul di padang terbukayang dahulu merupakan rimba belantara tempat tinggal merekauntuk membicarakan nasib merekakaitannya dengan kelakuan dan perlakuan manusiayang kezalimannya semakin merajaleladalam pertemuan akbar masyarakat binatang itusemua kelompok menyampaikan keluhan yang samadomba, kambing, buaya, ular, tikus, anjing, kecoak, kerbau misalnyamenyatakan bahwa selain dilalimiselama ini nama mereka telah digunakan dan dinodai oleh manusiadengan semena-menasetelah semua menyampaikan keluhannyatentang nasib mereka yang kian sengsara akibat ulah manusiadan mengakui ketidakberdayaan merekaakhirnya disepakatisaat ini juga mengadukan ihwal mereka kepada Tuhan Yang Maha Kuasademikianlah unta yang mereka tunjuk memimpin doadengan khusyuk mulai memanjatkan munajatnyadan sekalian binatang mengamininya“ya Allah… ya Tuhan kami… Ampunilah kamimalam ini kamiyang masih tersisa dari makhluk binatangberkumpul menyampaikan keluhan kami kepada-Mukepada siapa lagi kami mengeluh kalau bukan kepada-Mu ya Tuhandan ampunilah kami bila kami tergesa-gesa menyampaikan munajat kami inisebelum kaum manusia yang Kau angkat menjadi Khalifah-Mumemergoki dan menghabisi kamiperkenankanlah kami menyampaikan jeritan kamiistigotsah kami”“ya Allah… ya Tuhan Yang Maha Mengetahuikarena Engkau selama ini kami siap mengabdi dan rela berkorban untuk manusiatapi manusiaatas nama khalifah dengan sewenang-wenang melalimi kamimereka jarah tempat tinggal kamiatau memorak-porandakannyamereka rampok makanan kamiatau menghancurkannyamereka rebut peran kamiatau menghentikannyamereka saingi naluri kamiatau mengalahkannyamereka santap keturunan kamiatau memusnahkannyamereka rampaskehidupan kamisebelum sempat kami bermain”“Engkau beri mereka kekuasaan atas dunianamun mereka membiarkan diri mereka dikuasai duniamaka semakin harikelaliman dan keisengan mereka semakin menjadi-jadipuji syukur bagi-Mu ya Tuhan…Engkau telah menghajar mereka melalui tangan-tangan mereka sendirimereka kini panikdi antara mereka bahkan ada yang menjadi kalapdengan bangga mereka saling terkam dan saling basmimencabik-cabik kemanusiaan mereka sendiridan kami pun semakin mulai tak bisa mengenali merekakarena mereka sudah sama dengan kamibahkan dalam banyak halmereka melebihi kami sendiri”“ya…Allah… ya Tuhan Yang Maha Adilkami akui kadang-kadang kami saling terkam dan memangsanamun Kau tahu karena kami terpaksabukan karena kerakusan dan kebenciandi antara kami memang ada yang kejamtapi kami tidak membakar dan kami tidak menghisapdan sengaja memusnahkankarena kami tahu itu hak-Mu sematamereka bahkan dengan beranimembawa-bawa nama-Muuntuk mnghancurkan nilai-nilai ajaran-Mu yang muliaatas nama-Mumereka meretas tali persaudaraan yang Engkau suruh jalinatas nama-Mumereka mengobarkan kebencian yang Engkau benci”“ya..Allah… ya Tuhan kami Yang Maha Bijaksanakini kalangan manusia ada juga yang mengadakan Istighotsah karena merasa bersalahtapi apakah ada yang benar-benar merasa bersalahmereka tidak malu terus meminta kepada-Mupadahal segala yang mereka perlukanyang mereka minta atau yang tidak mereka mintaterus Engkau limpahkan kepada merekadan mereka nikmati tanpa mereka syukuri”“ya Allah, ya Tuhan kami Yang Maha Pengasihkami lah yang lebih pantas melakukan Istighotsahkarena kami adalah makhluk-Mu yang paling lemahkarena kami adalah makhluk-Mu yang paling kalahya Allah, ya Tuhan Yang Maha Pemurah…kami tidak meminta apapun untuk diri kamikami sudah puas dengan apa yang Engkau anugerahkan kepada kamikami hanya meminta untuk kebaikan khalifah-Mukarena dengan kebaikan merekakami dapat dengan tenang bersujud dan bertasbih kepada-Mukami memohon ampunan untuk merekaampunilah mereka ya Tuhanterutama untuk mereka yang tidak merasa perlu memohon ampunankarena tidak merasa bersalahatau tidak merasa malu“ya Tuhan kami…jangan terus Kau biarkan kalbu mereka tertutupi dosa dan nodasehingga nafsu terus menguasai merekadan mengaburkan pandangan jernih merekaya Tuhan… sadarkanlah merekaakan hakikat kehambaandan kekhalifahan merekaagar mereka tetap rendah hati meski berkuasaagar mereka tidak terus asik hanya dengan diri mereka sendiriagar kelamin mereka tak terkalahkan oleh hawa nafsu dan setanagar kasih sayang mereka tak terkalahkan oleh dendam dan kebencianagar mereka tidak menjadi laknatdan benar-benar menjadi rahmat bagi alam semestaataukah Engkau ya Tuhanmemang hendak mengganti merekadengan generasi yang lebih beradabamiiin.
* Puisi ini dibacakan Wakil Rais Am PBNU KH A Musthofa Bisri dalam Pidato Budaya Gus Mus yang diselenggarakan pada peringatan harlah ke-79 GP Ansor di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto Kavling 37, Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Sabtu (20/4)
Sastra Kampung Rasa Eropa
Sastra Kampung Rasa Eropa
Senin, 10 Juni 2013
Jumat, 07 Juni 2013
KIAI KUSEN YANG SINGKAT
Kiai Kusen bukan kiai sembarangan. Beliau mengasuh ratusan santri di
pesantrennya, usianya 73 tahun, tapi, masih segar dan sederhana.
Tubuhnya jangkung. Baju putih, sarung putih, songkok hitam adalah ciri
khas yg tak lepas. Wajahnya oval dg geraham yg besar, kening yg lapang,
dan hidungnya besar seperti buah jambu air yg matang. Kedua kakinya
mengenakan kelompen, merokok. Ciri kiai salaf yg langka.
Usianya yg sepuh dan ilmu agamanya yg mendalam menyebabkan Kiai Kusen seringkali diundang masyarakat sebagai penceramah lalu menutup acara pengajian dg doa. Namun, jarang sekali Kiai Kusen bersedia. Panitia acara pengajian mengundang Kiai Kusen dua bulan sebelum hari H acara pengajian. Jika beliau tak bersedia, panitia kembali datang merayunya supaya bersedia. Hal itu lantaran masyarakat desa Tarebungan sangat mengharap bisa berjumpa dg kiai agung "ndeso" yg unik, lucu, dan selalu dirindukan ini. Padahal dalam tiap acara pengajian, Kiai Kusen memberi ceramah dan membaca doa sangat singkat. Ceramah yg disampaikan Kiai Kusen cuma 8 menit plus doa. Sehingga masyarakat hafal isi ceramah dan doa Kiai Kusen.
Inilah ceramah Kiai Kusen yg dihafal oleh masyarakat Desa Tarebungan itu.
"Assalamu'alaikum.. Kaum muslimin-muslimat yg dirahmati Allah. Mengertikah panjenengan (engkau) semua tentang ikhlas?" tutur Kiai Kusen membuka ceramah tanpa Mukadimah (pembukaan) seperti lazimnya ceramah, bahkan "uluk salam"-nya tidak lengkap. Maka, ratusan jamaah pengajian akan serentak menjawab; "Beluuum...".
Lalu Kiai Kusen melanjutkan; "Ikhlas adalah melakukan apa saja perbuatan hanya untuk Allah. Ikhlas tidak mengeluh kepada selain Allah, tidak meminta dihargai atau dinilai oleh selain Allah, ikhlas itu sabar menjalankan tanggungjawab tanpa berharap sesuatu selain kepada Allah, tidak berprasangka buruk, prasangkanya selalu baik pertanda hatinya lurus dan baik. Karena yg utama adalah Allah, maka ia rela memenuhi kewajibannya sebagai manusia hanya agar dilihat Allah. Begitulah ikhlas. Bagaimana, para hadirin, bapak-bapak, para ibu, sudah pahaaam?" tutur Kiai Kusen.
Para hadirin serentak; "Pahaaam...". Kemudian segera Kiai Kusen melanjutkan; "Nah kalau sudah paham, pengajian malam ini saya akhiri," Kiai Kusen lalu menengadahkan tangannya berdoa, "robbigh firli waliwa lidayya war hamhuma kama robayani shoghiroh. Amin. Wassalamu'akum...". Dan acara pengajian selesai. Orang-orang berebut menyalami beliau, beliau tertawa senang, dan segera menuju ke dalam mobil kijang jadulnya.
Begitulah tiap acara pengajian. Hingga pada suatu acara pengajian Isra' Mi'raj yg akan dihadiri Kiai Kusen, sejumlah masyarakat Desa Tarebungan bersepakat diam-diam sebelum acara pengajian. Entah siapa yg mendalangi rencana konyol itu, dalam pertemuan-pertemuan antarwarga di jalan, di warung, atau di pasar mereka sepakat jika dalam ceramah Kiai Kusen bertanya apakah jamaah sudah paham isi ceramahnya, masyarakat akan kompak menjawab belum paham dg harapan agar Kiai Kusen berceramah lebih panjang, tidak cuma 7 sampai 8 menit saja. Sungguh Kiai Kusen adalah kiai yg sangat dekat dg masyarakat, dirindukan, dicintai, dan tempat mengadu segala persoalan kehidupan di desa itu.
Tibalah pada malam acara pengajian Isra' Mi'raj. Kiai Kusen naik ke panggung. Masyarakat sudah tahu dan hafal isi ceramah yg akan beliau sampaikan. Sebelum Kiai Kusen angkat bicara, seseorang berbisik kepada kawannya, "paling ya soal ikhlas lagi toh?" bisik seseorang. "Iya. Tapi, kita jawab belum paham saja kalau beliau tanya apakah kita sudah paham, biar agak panjang ceramahnya," jawab yg lain juga berbisik.
Kiai Kusen pun memulai ceramahnya; "Assalamu'alaikum.. Kaum muslimin dan muslimat yg dirahmati Allah. Mengertikah panjenengan (engkau) semua tentang ikhlas yg dicontohkan Rasul Muhammad saat melakukan Isra' dan Mi'raj?" tutur Kiai Kusen membuka ceramah, karena tema pengajian adalah Isra' Mi'raj, Kiai Kusen cukup menambah kata "isra' mi'raj" saja. Ratusan jamaah pengajian serempak menjawab; "Beluuum...".
Kiai Kusen melanjutkan, "Ikhlas adalah melakukan segala perbuatan hanya untuk Allah. Ikhlas tidak mengeluh pada selain Allah, tidak minta dihargai atau dinilai oleh selain Allah, ikhlas itu sabar menjalani tanggungjawab tanpa berharap sesuatu selain kepada Allah, tidak berprasangka buruk, prasangkanya selalu baik pertanda hatinya lurus, tulus dan baik. Yg utama adalah Allah, maka ia rela memenuhi kewajibannya sebagai manusia cuma agar dilihat Allah saja. Begitulah ikhlas. Bagaimana, para hadirin, bapak-bapak, para ibu, sudah pahaaam?" tutur Kiai Kusen.
Masyarakat yg sudah sepakat mempersiapkan jawaban atas pertanyaan Kiai Kusen itu, serempak menjawab: "Belum pahaaam..". Kiai Kusen diam sejenak. Tapi, segera sebagian jamaah yg mungkin tidak tahu rencana jamaah yg lain, nyeletuk; "Sudah pahaaam...". Kiai Kusen tersenyum; "Nah yg belum paham, harap bertanya pada yg sudah paham. Pengajian selesai, wassalamu'alaikum..." Kiai Kusen menutup ceramahnya.
Usianya yg sepuh dan ilmu agamanya yg mendalam menyebabkan Kiai Kusen seringkali diundang masyarakat sebagai penceramah lalu menutup acara pengajian dg doa. Namun, jarang sekali Kiai Kusen bersedia. Panitia acara pengajian mengundang Kiai Kusen dua bulan sebelum hari H acara pengajian. Jika beliau tak bersedia, panitia kembali datang merayunya supaya bersedia. Hal itu lantaran masyarakat desa Tarebungan sangat mengharap bisa berjumpa dg kiai agung "ndeso" yg unik, lucu, dan selalu dirindukan ini. Padahal dalam tiap acara pengajian, Kiai Kusen memberi ceramah dan membaca doa sangat singkat. Ceramah yg disampaikan Kiai Kusen cuma 8 menit plus doa. Sehingga masyarakat hafal isi ceramah dan doa Kiai Kusen.
Inilah ceramah Kiai Kusen yg dihafal oleh masyarakat Desa Tarebungan itu.
"Assalamu'alaikum.. Kaum muslimin-muslimat yg dirahmati Allah. Mengertikah panjenengan (engkau) semua tentang ikhlas?" tutur Kiai Kusen membuka ceramah tanpa Mukadimah (pembukaan) seperti lazimnya ceramah, bahkan "uluk salam"-nya tidak lengkap. Maka, ratusan jamaah pengajian akan serentak menjawab; "Beluuum...".
Lalu Kiai Kusen melanjutkan; "Ikhlas adalah melakukan apa saja perbuatan hanya untuk Allah. Ikhlas tidak mengeluh kepada selain Allah, tidak meminta dihargai atau dinilai oleh selain Allah, ikhlas itu sabar menjalankan tanggungjawab tanpa berharap sesuatu selain kepada Allah, tidak berprasangka buruk, prasangkanya selalu baik pertanda hatinya lurus dan baik. Karena yg utama adalah Allah, maka ia rela memenuhi kewajibannya sebagai manusia hanya agar dilihat Allah. Begitulah ikhlas. Bagaimana, para hadirin, bapak-bapak, para ibu, sudah pahaaam?" tutur Kiai Kusen.
Para hadirin serentak; "Pahaaam...". Kemudian segera Kiai Kusen melanjutkan; "Nah kalau sudah paham, pengajian malam ini saya akhiri," Kiai Kusen lalu menengadahkan tangannya berdoa, "robbigh firli waliwa lidayya war hamhuma kama robayani shoghiroh. Amin. Wassalamu'akum...". Dan acara pengajian selesai. Orang-orang berebut menyalami beliau, beliau tertawa senang, dan segera menuju ke dalam mobil kijang jadulnya.
Begitulah tiap acara pengajian. Hingga pada suatu acara pengajian Isra' Mi'raj yg akan dihadiri Kiai Kusen, sejumlah masyarakat Desa Tarebungan bersepakat diam-diam sebelum acara pengajian. Entah siapa yg mendalangi rencana konyol itu, dalam pertemuan-pertemuan antarwarga di jalan, di warung, atau di pasar mereka sepakat jika dalam ceramah Kiai Kusen bertanya apakah jamaah sudah paham isi ceramahnya, masyarakat akan kompak menjawab belum paham dg harapan agar Kiai Kusen berceramah lebih panjang, tidak cuma 7 sampai 8 menit saja. Sungguh Kiai Kusen adalah kiai yg sangat dekat dg masyarakat, dirindukan, dicintai, dan tempat mengadu segala persoalan kehidupan di desa itu.
Tibalah pada malam acara pengajian Isra' Mi'raj. Kiai Kusen naik ke panggung. Masyarakat sudah tahu dan hafal isi ceramah yg akan beliau sampaikan. Sebelum Kiai Kusen angkat bicara, seseorang berbisik kepada kawannya, "paling ya soal ikhlas lagi toh?" bisik seseorang. "Iya. Tapi, kita jawab belum paham saja kalau beliau tanya apakah kita sudah paham, biar agak panjang ceramahnya," jawab yg lain juga berbisik.
Kiai Kusen pun memulai ceramahnya; "Assalamu'alaikum.. Kaum muslimin dan muslimat yg dirahmati Allah. Mengertikah panjenengan (engkau) semua tentang ikhlas yg dicontohkan Rasul Muhammad saat melakukan Isra' dan Mi'raj?" tutur Kiai Kusen membuka ceramah, karena tema pengajian adalah Isra' Mi'raj, Kiai Kusen cukup menambah kata "isra' mi'raj" saja. Ratusan jamaah pengajian serempak menjawab; "Beluuum...".
Kiai Kusen melanjutkan, "Ikhlas adalah melakukan segala perbuatan hanya untuk Allah. Ikhlas tidak mengeluh pada selain Allah, tidak minta dihargai atau dinilai oleh selain Allah, ikhlas itu sabar menjalani tanggungjawab tanpa berharap sesuatu selain kepada Allah, tidak berprasangka buruk, prasangkanya selalu baik pertanda hatinya lurus, tulus dan baik. Yg utama adalah Allah, maka ia rela memenuhi kewajibannya sebagai manusia cuma agar dilihat Allah saja. Begitulah ikhlas. Bagaimana, para hadirin, bapak-bapak, para ibu, sudah pahaaam?" tutur Kiai Kusen.
Masyarakat yg sudah sepakat mempersiapkan jawaban atas pertanyaan Kiai Kusen itu, serempak menjawab: "Belum pahaaam..". Kiai Kusen diam sejenak. Tapi, segera sebagian jamaah yg mungkin tidak tahu rencana jamaah yg lain, nyeletuk; "Sudah pahaaam...". Kiai Kusen tersenyum; "Nah yg belum paham, harap bertanya pada yg sudah paham. Pengajian selesai, wassalamu'alaikum..." Kiai Kusen menutup ceramahnya.
Taufiq WR.
Kamis, 06 Juni 2013
Kematian Sang Ustad
Konon menurut keterangan dalam agama Islam,
orang yg meninggal di hari Jumat, orang tersebut meninggal di "hari
surga". Diyakini ia masuk surga tanpa kerepotan. Menurut keterangan
dalam agama Islam pula, orang yg meninggal
lalu jenazahnya disalatkan oleh minimal 40 orang, maka jenazah tersebut
dijamin surga. Untuk keterangan lengkapnya, Ustad Gus Nandi (KH.
Sunandi Zubaidi, Badean, Banyuwangi) atau Gus Ali Mahfud mungkin bisa
menjelaskan sumber-sumber akuratnya dari agama Islam.
Kematian Ustad Uje (Jerry al-Buchori) masuk dalam kriteria "mati masuk surga" di atas. Beliau meninggal dengan amat cepat, tak terduga, dan 'pas' di hari Jumat. Kemudian jenazahnya disalatkan ribuan manusia, diantarkan ke pembaringan terakhir di TPU Karet Tengsi oleh ribuan manusia. Jalanan macet. Polisi lalu lintas sibuk mengatur beludak manusia. Kematian yg menggetarkan, indah, lezat, dan konon ditandai dengan awan berbentuk orang sedang berdoa di langit. Orang-orang begitu mencintai sang ustad, Ustad Uje yg bersahaja. Profilnya baik di hadapan publik, keluarganya "sakinah wa waddah wa rohmah" dan tidak berpoligami, mendakwahkan ajaran agama Islam di televisi. Ibu-ibu, bapak-bapak, kaum muda dan remaja mendengarkan dakwah sang ustad serta meresapi nada suaranya yg merdu melantunkan selawat dan ayat suci memanggil jiwa untuk kembali kepada Tuhan sang maha pencipta. Begitulah kematian orang baik dan bertakwa. Tidak sama dan jangan disamakan dengan kematian seorang pelacur, misalnya. Alih-alih mati di hari Jumat, disalatkan oleh lebih dari 40 orang, dan ada tanda awan berdoa, ada yg mau ngubur saja untung. Tidak sama pula dengan matinya seorang maling, umpama, tidak indah sama sekali. Mati dikeroyok massa. Mengenaskan. Dan orang pun mengkategorikan kematian pelacur dan maling dalam kategori "mati ke neraka" atau "mati yg hina".
Kematian sang ustad, Ustad Uje, yg dicintai jama'ahnya karena berdakwah Islam dan mengisi relung hati yg sunyi itu, mengingatkanku pada beberapa kisah nun dulu kala, tapi tidak dulu-dulu kala amat.
Saya ingat kematian Leo Tolstoy di stasiun kereta, sepi, dan jenazahnya ditutupi kertas. Tolstoy yg meletakkan teladan dan peradaban di Rusia dan pengaruhnya mencerahkan dunia. Saya ingat kematian Fariduddin Attar, seorang sufi agung yg ahli farmasi, beliau wafat karena dipenggal oleh tentara Mongol karena dianggap pemberontak. Saya ingat kematian seorang kiai di dusun saya, disalatkan oleh para santrinya, ketika jenazah diberangkatkan ke pembaringan terakhir, hujan turun sederas-derasnya hingga pemakaman ditunda ke keesokan harinya.
Lalu saya ingat kematian Pak Damin dalam kisah "Kiai Nyentrik Membela Pemerintah". Di sebuah dusun, hiduplah seorang kiai salaf yg berpengaruh. Dia bersabda: "Orang yg tidak salat dan tidak puasa, tidak menjalankan rukun Islam, jenazahnya tidak wajib diurus. Dia termasuk kafir!".
Tak ada satu pun warga di dusun itu yg berani menentang sabda sang kiai berpengaruh, dipatuhi, dan teguh memegang ajaran agama dengan keimanan yg mengerikan ini. Hingga suatu waktu, entahlah kenapa suatu waktu, datanglah pendatang bernama Pak Damin ke dusun itu mengunjungi kemenakannya. Usia Pak Damin sudah tua. Dia tinggal di rumah kemenakannya di dusun itu hampir sebulan. Selama sebulan, dia baik pada tetangga, dia dengan sigap mengantar anak tetangga yg sakit dini hari ke dokter dan dia mengeluarkan biaya berobat dengan semua uang kebutuhannya. Tulus sekali Pak Damin membantu orang lain tanpa peduli pada kebutuhannya sendiri. Dan Pak Damin adalah orang yg tidak beragama, dia aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yg Maha Esa.
Pada pagi itu, Pak Damin meninggal dunia. Tepat di hari Jumat. Para tetangga tidak berani mengurus jenazahnya, mereka takut pada sabda kiai yg mengharamkan mengurus jenazah orang tidak menjalankan rukun Islam, apalagi tidak beragama seperti Pak Damin. Walaupun para tetangga merasa ingin mengurus jenazah Pak Damin karena kebaikan dan pengorbanan Pak Damin yg sangat banyak kepada para tetangga selama hidupnya. Keluarganya pasrah menunggu saudara dari jauh datang untuk mengurus jenazah.
Kabar kematian Pak Damin sampai ke telinga kiai dusun yg dengan keimanan yg mengerikan itu.
"Kenapa tidak kalian urus jenazah Pak Damin itu? Dia mati tepat hari Jumat, "hari surga", dia mati khusnul khatimah. Ayo segera!" kata kiai. Rupanya kiai belum tahu bahwa Pak Damin adalah orang yg tak beragama. Setelah dimakamkan, kiai pun berpidato.
"Saudara-saudara, Pak Damin wafat di hari Jumat, disalatkan oleh hampir seribu warga dusun. Beliau khusnul khatimah dan masuk surga. Terima kasih," kata kiai.
Semua orang pulang. Dalam perjalanan pulang dari pemakaman, seseorang menghampiri kiai, berbisik: "Kia, Pak Damin itu gak beragama".
"Apa?!" kia terperanjat, mematung menganga.
Angin menjelang salat Jumat mengelus leher kiai kita dengan lembutnya. "Astaghfirullah. Ampuni hamba. Ampuni Pak Damin," gumam kiai pelan,dan tak ada siapa pun yg mendengar.
Taufiq WR.
Muncar, 2013 —
Kematian Ustad Uje (Jerry al-Buchori) masuk dalam kriteria "mati masuk surga" di atas. Beliau meninggal dengan amat cepat, tak terduga, dan 'pas' di hari Jumat. Kemudian jenazahnya disalatkan ribuan manusia, diantarkan ke pembaringan terakhir di TPU Karet Tengsi oleh ribuan manusia. Jalanan macet. Polisi lalu lintas sibuk mengatur beludak manusia. Kematian yg menggetarkan, indah, lezat, dan konon ditandai dengan awan berbentuk orang sedang berdoa di langit. Orang-orang begitu mencintai sang ustad, Ustad Uje yg bersahaja. Profilnya baik di hadapan publik, keluarganya "sakinah wa waddah wa rohmah" dan tidak berpoligami, mendakwahkan ajaran agama Islam di televisi. Ibu-ibu, bapak-bapak, kaum muda dan remaja mendengarkan dakwah sang ustad serta meresapi nada suaranya yg merdu melantunkan selawat dan ayat suci memanggil jiwa untuk kembali kepada Tuhan sang maha pencipta. Begitulah kematian orang baik dan bertakwa. Tidak sama dan jangan disamakan dengan kematian seorang pelacur, misalnya. Alih-alih mati di hari Jumat, disalatkan oleh lebih dari 40 orang, dan ada tanda awan berdoa, ada yg mau ngubur saja untung. Tidak sama pula dengan matinya seorang maling, umpama, tidak indah sama sekali. Mati dikeroyok massa. Mengenaskan. Dan orang pun mengkategorikan kematian pelacur dan maling dalam kategori "mati ke neraka" atau "mati yg hina".
Kematian sang ustad, Ustad Uje, yg dicintai jama'ahnya karena berdakwah Islam dan mengisi relung hati yg sunyi itu, mengingatkanku pada beberapa kisah nun dulu kala, tapi tidak dulu-dulu kala amat.
Saya ingat kematian Leo Tolstoy di stasiun kereta, sepi, dan jenazahnya ditutupi kertas. Tolstoy yg meletakkan teladan dan peradaban di Rusia dan pengaruhnya mencerahkan dunia. Saya ingat kematian Fariduddin Attar, seorang sufi agung yg ahli farmasi, beliau wafat karena dipenggal oleh tentara Mongol karena dianggap pemberontak. Saya ingat kematian seorang kiai di dusun saya, disalatkan oleh para santrinya, ketika jenazah diberangkatkan ke pembaringan terakhir, hujan turun sederas-derasnya hingga pemakaman ditunda ke keesokan harinya.
Lalu saya ingat kematian Pak Damin dalam kisah "Kiai Nyentrik Membela Pemerintah". Di sebuah dusun, hiduplah seorang kiai salaf yg berpengaruh. Dia bersabda: "Orang yg tidak salat dan tidak puasa, tidak menjalankan rukun Islam, jenazahnya tidak wajib diurus. Dia termasuk kafir!".
Tak ada satu pun warga di dusun itu yg berani menentang sabda sang kiai berpengaruh, dipatuhi, dan teguh memegang ajaran agama dengan keimanan yg mengerikan ini. Hingga suatu waktu, entahlah kenapa suatu waktu, datanglah pendatang bernama Pak Damin ke dusun itu mengunjungi kemenakannya. Usia Pak Damin sudah tua. Dia tinggal di rumah kemenakannya di dusun itu hampir sebulan. Selama sebulan, dia baik pada tetangga, dia dengan sigap mengantar anak tetangga yg sakit dini hari ke dokter dan dia mengeluarkan biaya berobat dengan semua uang kebutuhannya. Tulus sekali Pak Damin membantu orang lain tanpa peduli pada kebutuhannya sendiri. Dan Pak Damin adalah orang yg tidak beragama, dia aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yg Maha Esa.
Pada pagi itu, Pak Damin meninggal dunia. Tepat di hari Jumat. Para tetangga tidak berani mengurus jenazahnya, mereka takut pada sabda kiai yg mengharamkan mengurus jenazah orang tidak menjalankan rukun Islam, apalagi tidak beragama seperti Pak Damin. Walaupun para tetangga merasa ingin mengurus jenazah Pak Damin karena kebaikan dan pengorbanan Pak Damin yg sangat banyak kepada para tetangga selama hidupnya. Keluarganya pasrah menunggu saudara dari jauh datang untuk mengurus jenazah.
Kabar kematian Pak Damin sampai ke telinga kiai dusun yg dengan keimanan yg mengerikan itu.
"Kenapa tidak kalian urus jenazah Pak Damin itu? Dia mati tepat hari Jumat, "hari surga", dia mati khusnul khatimah. Ayo segera!" kata kiai. Rupanya kiai belum tahu bahwa Pak Damin adalah orang yg tak beragama. Setelah dimakamkan, kiai pun berpidato.
"Saudara-saudara, Pak Damin wafat di hari Jumat, disalatkan oleh hampir seribu warga dusun. Beliau khusnul khatimah dan masuk surga. Terima kasih," kata kiai.
Semua orang pulang. Dalam perjalanan pulang dari pemakaman, seseorang menghampiri kiai, berbisik: "Kia, Pak Damin itu gak beragama".
"Apa?!" kia terperanjat, mematung menganga.
Angin menjelang salat Jumat mengelus leher kiai kita dengan lembutnya. "Astaghfirullah. Ampuni hamba. Ampuni Pak Damin," gumam kiai pelan,dan tak ada siapa pun yg mendengar.
Taufiq WR.
Muncar, 2013 —
Doa Kiai dan Aduan Anjing
Dahulu kala, dan Anda tidak diperbolehkan menuntut saya supaya menyebutkan hari apa, tanggal dan bulan berapa, tahun berapa, dan jam berapa tepatnya kejadian ini. Itu sama saja Anda melakukan interogasi.
Nah dahulu kala, walau tidak kala-kala amat, seorang kiai yg saleh, alim dan beriman berjalan sendirian. Anda tidak perlu cerewet dg membuat pertanyaan konyol meledek; kenapa sendirian, Pak Kiai? Emang lagi patah hati nih? Misalnya. Itu namanya mengejek orang saleh. Anda bisa kuwalat! Yg jelas kiai kita ini berjalan sendirian, dan tidak perlu dipersoalkan karena itu bukan hak, tugas, dan wewenang Anda.
Memang bertele-tele. Tapi, sudahlah.
Sang kiai mengenakan jubah putih, berserban putih, memegang tasbih, dahinya ngecap hitam kayak distempel, jarinya memutar tasbih. Ini ciri-ciri penting seorang kiai, ustad, ulama', atau syekh. Kalau tidak memiliki ciri-ciri seperti ini, bukan kiai, ustad, ulama', atau syekh. Misalnya pakai baju hitam dan kuning doreng, pakai udeng hitam, celana hitam atau celana jins, dahinya tidak terdapat "stempel" hitam, ini 'kan ciri-ciri dukun, Enek Duwit Rukun.
Di sepanjang jalan kiai saleh ini berdzikir memutar tasbihnya. Jubahnya robek di bagian ujung menunjukkan kemiskinan. Ciri penting orang saleh biasanya memang miskin, karena kalau kaya raya itu ciri-ciri da'i kondang di tivi-tivi atau merangkap sebagai politisi. Kemudian siapa yg dapat mencegah takdir? Tak ada! Seekor anjing mencegat sang kiai. Jalanan sepi. Anjing itu menggonggong keras. Sang kiai menghentikan langkahnya. "Astaghfirullah! Ini bukan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Ini benar-benar menggonggong marah," gumam sang kiai menghentikan langkahnya. Dzikir tak henti dari bibirnya segawat apa pun keadaan yg tengah di hadapi. Ini ciri orang saleh dan beriman serta berukun Islam dan berukun-rukun yg lain. Sang kiai melanjutkan langkahnya pelan-pelan. "Ya Allah, dosa apa hamba sehingga Engkau buka rahasia kesalehanku pada seekor anjing? Ampuni hamba, ampuni anjing ini, dan mohon selamatkan hamba dari gangguan jin dan manusia serta anjing. Amin," doa sang kiai. Anjing makin keras menyalak, lalu dg tangkasnya anjing itu menggigit ujung jubah sang kiai sampai robek. Sang kiai kaget. "Anjing sial! Pergi kamu! Pergi! Dasar anjing selokan!".
Ajaib! Anjing itu berhenti menyalak-nyalak, menundukkan kepala, menjauh, kemudian berlari dan menghilang di kejauhan.
Di kejauhan, di tempat sepi, anjing selokan itu duduk. Dia menangis. Anda sama sekali tidak saya perbolehkan nyeletuk; anjing kok bisa nangis? Saya harap Anda diam!
Anjing menangis lalu mengadu kepada Tuhan. "Ya Allah, kenapa kiai itu marah dan mengusir hamba?" ujarnya dg bahasa anjing. Dan yg mengerti bahasa anjing adalah Nabi Sulaiman, jadi Anda jangan protes. Tak diduga, terdengar suara dari langit sebagai jawaban Tuhan terhadap pengaduan seekor anjing itu. "Kiai itu marah dan mengusirmu karena kau telah mencegat dan menggigit jubahnya hingga robek."
Anjing terperanjat dan mencari-cari sumber suara yg diyakininya suara Tuhan. Anjing menjawab dg kalem: "Ampun, Ya Allah. Bukankah dia seorang kiai yg saleh, berilmu, dan beriman kepada-Mu. Semestinya dia 'kan sudah pandai dan mampu mengendalikan amarahnya. Masak diledek anjing hina kayak aku saja sudah marah?" ujar anjing.
Taufiq WR.
Rabu, 05 Juni 2013
Dalil-Dalil Kiai Semar
DALIL 01
"Jika engkau ingin merasakandan menikmati keindahan wajah-Ku di dunia dan akhirat," kata Allah,"maka, bekerjalah hanya untuk-Ku."
DALIL 02
Semua kitabisa bercakap-cakap dengan-Nya. Cuma butuh keyakinan dan cinta. Kalau ketemusecara batin, itu tiap saat. Nah kalau ketemu secara dohir, kelak. Coba kitabaca lagi "Musyawarah Burung" karya Faridudin Attar itu.
Kita hidup, di samping kita hidup untuk agar hidup, orang yg beriman haruslahbisa menerima kehidupan. Artinya, hidup tidak hanya untuk hidup. Sehingga akanmenyeret kita ke dalam individualisme yg tidak baik. Kalau saya baik, lalu yglain buruk saya biarkan saja. Kalau saya mengetahui jalan kepada Tuhan, yg lainbelum tahu saya cuekin. Kalau saya kenyang, yg lain, saya tahu, lapar kubiarkansaja. Kalau saya selamat, yg lain celaka saya tak peduli. Kalau saya senang,yglain menderita saya gak mau tahu. Itulah hidup saya yg tak menerima kehidupandi dalam diri dan di luar diri saya. Apakah ini kebahagiaan? Kukira bukan!Karena kebahagiaan itu cuma ilusi, tapi sedalam apa kita bisa merasakanpenderitaan, itulah intinya yg sejati. Sebab hanya yg pernah merasakanpuncaknya derita,ia tahu bagaimana puncaknya bahagia. Hanya yg mengenal diri(kemanusiaan), ia mengenal Tuhan.
DALIL 03
Ya Allah,Ismail-kan hamba, agar siapa pun saja yg menyembelih, mengoyak, menguliti, danmencincang-cincang nasib hamba yg lemah tak berdaya, maka yg tersembelih,terkoyak, terkuliti, dan tercincang-cincang adalah kambing.
DALIL 04
MENIMBA KEARIFAN KHIDIRNGALAIHISSALAM
Untuk menimba rahasia kearifan ilmuKanjeng Nabi Khidir, saya melakukan pengembaraan spiritual. Dalam pengembaraanspiritual ini, panjenengan gak usah banyak tanya, yg penting dengarkan saja dgbaik lalu temukan mujarabnya. Begitu nasehat saya yg saya tirukan dari KanjengNabi Khidir kepada Kanjeng Nabi Musa. Begini cerita kembara spiritual saya:
Saya berjalan dalam gelap. Saya tidak tahu kanan kiri depan belakang atas bawahsaya. Pokoknya gelap, "peteng deddet". Saya berjalan dg pelan,meraba-raba. Tiba-tiba saya ketabrak orang. Orang ini bertubuh tinggi, kekar,bercahaya wajahnya, dan kedua matanya menyorot seperti mata kucing. "Mauke mana kamu?" tanya orang itu. Saya kaget. Lalu memandang wajahnya."Siapa sampeyan kok menghalangi saya?" tanya saya lantang, mata sayasilau oleh cahaya matanya yg tajam menusuk. "Aku Khidir, anak muda!"
"Waduh! Sampeyan Kanjeng Nabi Khidir toh?! Assalamu'alaikum, Kanjeng.Maaf, kukira genderuwo," kata saya gugup gemetar sambil tergopoh sungkemmenyalami tangannya.
"Genderuwo-genderuwo dengkulmu mlicet tah!" bentak Kanjeng NabiKhidir sambil mengibaskan tangan saya yg mau menyalami tangannya.
"Ampun, Kanjeng Khidir. Saya terbiasa melakukan pemutakhiran data logis.Tidak terbiasa saya percaya pada yg tidak masuk akal," jawab saya sedikittakut.
"Pemutakhiran-pemutakhiran logis! Apa itu? Apa zamanmu telah mendidikmusepicik itu untuk memandang?"
"Ampun, Kanjeng Khidir."
"Mau apa kamu nyasar-nyasar ke kegelapan ini?"
"Ampun, Kanjeng Khidir. Saya mencari panjenengan. Eeeh.. ternyata ketemudi sini."
"A..e.. A..e.. Kamu apa gak diajari sopan santun?!" Nabi Khidirmelotot. Saya tidak mampu melawan matanya. Saya tertunduk.
"Ampun, Kanjeng Khidir. Ampun," kata saya.
"Ampun-ampun! Itulah bodohnya orang-orang pada zamanmu. Mereka kepinginketemu aku. Mau apa?! Aku tidak akan bisa ditemui orang-orang yg menyimpankehendak untuk menemuiku! Lalu, apa maumu?" tanya Nabi Khidir kepada saya.
"Ampun, Kanjeng Khidir. Hamba ini ingin meguru kepada panjenengan,"jawab saya gemetar.
"Ha.ha.ha.ha.ha.. Meguru?! Kamu mau meguru padaku?! Tidak salah, anakmuda? Tiap orang yg ingin menemuiku minta macam-macam. Aku dikeramatkan mereka.Itulah kebodohan mereka. Peradabanmu peradaban jahiliyah yg dikemas dgkebaruan, pemimpin-pemimpinmu lebih Fir'aun daripada Fir'aun, budayamu budayakehinaan, dan agamamu kau sembah-sembah kau jadikan Tuhan. Sekarang apa kamumasih mau meguru?"
"Ampun. Iya, Kanjeng Khidir."
"Mbahmu!"
"Ampun."
"Dari tadi bisamu cuma ompan-ampun! Apa yg kau cari dariku?"
"Soal perahu, soal dinding yg dibangun kembali, soal kanak kecil ygdibunuh."
"Jahil kamu! Raimu! Apa kamu tidak membaca kitab suci? Apa kitab suci cumakau baca saja tanpa kau hayati pesan-kandungannya?"
"Ampun. Hamba ingin langsung tahu dari Paduka Kanjeng Khidir."
"Semprul kamu!"
"Kenapa Kanjeng menenggelamkan perahu, membangun tembok yg runtuh, danmembunuh anak tanpa dosa?"
"Heh! Anak muda nekat goblok! Kenapa aku menenggelamkan perahu kaupertanyakan lagi? Aku membangun tembok orang-orang jahat kau persoalkan? Akumembunuh anak tanpa dosa kau permasalahkan? Apa tidak cukup di masamu itu,orang-orang menenggelamkan kapal-kapalnya sendiri karena kebodohan dankelalaian? Apa kurang orang-orang di masamu itu mendirikan tembok-tembokraksasa dari kejahiliyaan mereka demi mengagungkan diri sendiri? Apa kurangbanyak ibu-ibu dan bapak-bapak melakukan aborsi dan membuang bayinya ke dalamselokan? Endasmu gudul! Bagaimana kau akan mengenal Tuhan, mengenal danmenolong sesamamu saja kau tak mau? Bagaimana kau akan setingkat nabi, lha wongkelakuanmu riya' dan sok suci? Ada penderitaan kau diam saja, malah kaumempertanyakan tindakanku. Kau tak mencari sebab derita, tetapi kau malah asyikmenyelenggarakan derita demi derita. Endasmu memang gundul! Kampret!" kataNabi Khidir.
Saya diam saja. Tiba-tiba saya terlempar dalam sebuah ruangan yg terang,orang-orang duduk rapi sambil terbahak-bahak mendengarkan cerita lucu seorangmuballig. "Kenapa orang-orang ada yg ke utara, ke selatan, ke timur, kebarat, kenapa orang-orang tidak berjalan ke satu arah saja?" kata muballigbersorban putih itu. Orang-orang diam. Muballig itu menjawab pertanyaannyasendiri: "Karena kalau semua orang berjalan ke satu arah, maka bumi iniakan berat sebelah lalu semua orang akan jatuh ke jurang!Ha.ha.ha.ha.ha.ha..". Muballig itu tertawa panjang-panjang dan tidak mauberhenti. Hadirin pun tertawa kepingkel-pingkel. Dan saya ikutkepingkel-pingkel tidak mengerti.
DALIL 05
Sebejat-bejatnya manusia, sejauh-jauhnya manusia dari kebaikan, sebusuk-busukmanusia karena dosa, dia pasti rindu untuk pulang pada ketakberhinggan kekuatandi luar kelemahan dan kejumudan jiwanya. Dan dia mendapati dirinya tidak akanmenemukan tempat pulang selain pulang hanya kepada Tuhan. Ia rindu Tuhan. DanTuhan akan menerimanya dengan senang hati dan dengan tangan yg terbuka lebar.Tuhan mengampuninya meski tubuh dan jiwanya belum total berlari pulangkepada-Nya. Namun hatinya yg berharap sekecil apa pun tersembunyi, Tuhan tahuimpian dan harapannya untuk pulang itu. Seluas-luasnya dosa manusia tak adaapa-apanya dengan keluasan ampunan dan cinta-kasih-sayang-Nya. Seorang pelacurkotor yg terhempas di remang lampu disko sepanjang umurnya, tetap menginginkansurga, artinya mendambakan kesucian dan ampunan serta cinta Tuhan. Karena itufitrahnya manusia. Cuma mungkin ia tak kuasa melawan keadaan dirinya yg begiturumitnya. Pelacur itu lebih mulia daripada seorang ahli ketuhanan atau mursyidketuhanan yg hanya membawa diri dan pengikutnya dalam ekstasi kenikmatan"langit lapis tujuh" tanpa bertapa di tengah kesibukan dunia danlubuknya penderitaan sesamanya. Tangannya hanya menggapai-gapai Tuhan tapi takmeraih penderitaan yg bahkan telah menusuk pinggangnya. "Carilah Aku didalam jiwa hamba-hamba-Ku yg menderita," dawuh Gusti Alloh.
DALIL 06
Ada sombongnya orang yg berkuasa,
sombongnya wong sugeh,
sombongnya orang pandai,
dan sombongnya orang saleh.
Dari dulu pemahaman kita adalah pemahaman kuantitatif dengan mempersetankankualitatif. Kalau ada istilah "ping sewidak jaran" (enam puluh kalikuda) kita lalu menghitung sebanyak enam puluh ekor kuda. Pemahamankuantitatif. Kalau Tuhan bersabda "Malam Seribu Bulan", kita lalumenghitung seribu bulan itu ketemu berapa tahun dan dibandingkan dengan sampaiberapa tahun umur kita. Padahal maksud Tuhan bukan itu, tapi Dia mengatakan"malam seribu bulan" bukan dengan kuantitas angka, tapi kualitas,bahwa kesucian dan keluhuran "lailatul qodar" itu tak tergambarkandengan ribuan bahkan jutaan bulan. Tapi, pemahaman kita kuantitatif. Persetankualitas! Prek! Jadilah kita bangsa yg kuantitasnya "ping sewidak jaran"tapi yg kualitasnya "gundulmu atos".
Penguasa mengukur kekuasaannya dengan ukuran seberapa hebat dia mampumenundukkan yang lemah dan tak berdaya, seberapa banyak orang lemah dan orangyang tak berdaya menyembah-nyembahnya, seberapa banyak orang memuja-mujanya,seberapa banyak pejabat, kiai, ulama, ustad, mursyid tarekat, atau cendekiawanmenjilat-jilatinya, seberapa kuat perintahnya dipatuhi dan ditempatkan di atassegala-segalanya oleh siapa saja yg dikuasainya. Itulah congkaknya orangberkuasa. Bukannya ia mengukur kekuasaannya dengan takaran kejujuran, keadilan,dan sekuat apa ia mengayomi dan melindungi yg lemah. Pemimpin kita sebagaiorang berkuasa itu banyaknya "ping sewidak jaran", tapi yg sejaticuma sebatas "endasmu petak".
Kalau ada orang kaya, ia mengukur kekayaannya dengan kemampuannya membelibarang-barang mewah, membangun istana diri dan keluarganya, mendirikan kerajaanbisnis yang menghegomoni dan memonopoli, dengan ukuran sebanyak apa orangtunduk dan takjub akan harta bendanya, dengan ukuran secepat kilat membelibarang mewah, dengan ukuran seberapa banyak orang melarat yang disantuninyauntuk lalu diperhinakannya dengan menertawakan kekonyolan orang-orang fakir itusambil menggeleng-gelengkan kepala menepuk pundak orang yg untuk makan sajaharus nyemplung ke dalam sumur, dengan ukuran kekuatan kapital yg menguasaisegala sektor dan sebanyak apa orang mengabdi padanya, keluarganya, bahkan padaanjing peliharaannya. Ukuran kuantitatif! Bukannya ukuran kesadaran dari manadan ke mana hartanya, bukannya ukuran kedermawanan yg tulus tanpa memperalatsesamanya, bukannya ukuran sebisa apa ia menolong yg menderita dengan hartabendanya. Itulah takaburnya wong sugeh. Orang kaya di negeri ini banyaknya"ping sewidak jaran", tapi yg sejati cuma sebatas "dengkulmumlicet".
Kalau ada orang pandai, ia mengukur kepandaiannya dengan sehebat apa iamenjawab persoalan dengan ribuan teori dan referensi, dengan ukuran sementerengapa gelar pendidikan yg disandangnya, dengan ukuran sebanyak apa orang yg dibodohidan berhasil diperalat sehabis-habisnya, dengan ukuran status cerdik-cendekiayg diakui siapa saja. Bukannya ukuran tingkat kejujurannya terhadap kebenaran,bukannya dengan ukuran semampu apa ia menciptakan tradisi kejeniusan yg rendahhati dalam diri dan sesamanya, bukannya ukuran ketundukannya pada keadilan dankebenaran, bukannya ukuran ketulusannya mencahayai sesamanya yg celaka karenakegelapan pikiran. Itulah congkaknya orang pandai. Orang pandai di negeri inibanyaknya "ping sewidak jaran", tapi yg sejati cuma sebatas"matamu picek".
Ada juga orang saleh, ia mengukur kesalehannya dengan seberapa banyak orang ygmenjadi pengikutnya, dengan ukuran sebanyak apa orang mengakui"kesuciannya" sambil menperhina-dinakan yg berlumur dosa, denganukuran setekun apa ia masuk masjid, gereja, wihara, pura dan klenteng, denganukuran sefasih apa ia mendakwahkan kitab suci sambil mengkhotbahi preman,pelacur, bromocorah, rampok, koruptor, dengan ukuran keustadan, kekiaian,keulamaan, kemubaligan, atau kemursyidan yg dihormat-hormati bagai Tuhan.Bukannya dengan ukuran sehebat apa ia merahasiakan laku kesalehannya demiketulusan, bukannya ukuran mampu mempengaruhi yg berdosa untuk pulang kepadapencipta, bukannya ukuran kekhawatirannya masuk surga sendiri tapi persetan yglain neraka dan merasa paling suci sendiri. Itulah takaburnya orang saleh.Orang saleh di negeri ini banyaknya "ping sewidak jaran",tapi ygsejati sebatas "cangkemmu mambu".
Kita sudah biasa, sakit kepala bingung nyari palu, ingin tahu Tuhan ygdijadikan guru makelar. Kiai, ustad, ulama, mubalig jadi artis dan pelawak.Artis dan pelawak jadi ustad, kiai, ulama, mubalig. Dukun dianggap wali. Walidianggap wong edan.
Kahanan opo toh kuwi, nggeeer.. nggeeer.. Manungso sirahe kok celeng. Pingsewidak jaran, iku tembok atos luwih atos soko gundulmu!
DALIL TENTANG RAKYAT
Tahukah Anda, siapakah rakyat? Rakyat adalah orang kecil, kumal, berwajahjelek, kudisan, kumuh dan miskin, bodoh, jahat, dan gelap. Kalau ada nasehat:"Jujurlah! Adil, baik, dan benarlah. Sabarlah!". Nasehat ituditujukan kepada rakyat yang selalu bohong dan tidak sabar. Karena rakyat itubodoh, maka dilakukan pelatihan-pelatihan, lokakarya, atau seminar untukrakyat. Karena rakyat itu miskin dan pengangguran, maka dilakukan pelbagaiprogram pengentasan kemiskinan dan pengangguran, diberi duit, sembako, dandiberdayakan. Rakyat harus diberdayakan ekonominya karena kere. Rakyat itujahat, maka turunlah ustad, ulama, kiai, pendakwah menyeru moral kepada rakyat,rakyat dikhotbahi tiap saat agar mereka tidak melakukan kejahatan, sepertimencuri, merampok, membunuh, memperkosa, menjadi pelacur, dan bunuh diri ataumenenggak alkohol.
DALIL DI JALAN
~“Aduh Bung, kenapa kaki saya diinjak, sakit lho! Nanti kalau kaki Anda diinjakgimana rasanya?”
~”Oh. Ya maaf, saya tidak sengaja.”
Tetapi kalau orang yang berkuasa, orang kaya, orang kuat menginjak kaki oranglain, lalu ia ditegur:
~“Aduh kenapa kaki saya Anda injak? Hati-hati dong! Nanti kalau kaki Anda jugadiinjak gimana rasanya?”
~“Oh… Boleh kalau berani, silahkan injak kaki saya!”
~“Oh maaf. Bukan begitu maksud saya.”
Yang diinjak malah yang mohon maaf. Edan tenan!
DALIL KEMANUSIAAN
Manusiayang hatinya bersih itu tidak membutuhkan tangan untuk melambai, tidak memerlukanmata untuk melihat dengan tajam (waskita dan sasmita), tidak memerlukan hidunguntuk mencium wangi atau tidaknya tiap inci polarisasi yang nyata maupun yanggaib. Ia yang hatinya bening oleh pancaran ketuhanan, bukan hanya melihat tanpamata, tapi ia juga menyaksikan dengan sangat jelas jauh melebihi daya lihatmata fisik serta mengetahui segala yang berada di balik yang tampak semusykildan serumit apa pun itu: "ngalimul goibi was syahadah" (tahu danpaham apa yang tiada tampak dan menjadi penyaksi yang nyata atasnya), ia pun"ngalimus siri wa ngakhfa" (tahu dan paham pada puncaknya segala yangrahasia dan yang terselip di balik yang nyata).
DALIL PERBURUAN
Ada orangyang "diburu" dan dicari-cari karena ilmu atau keteladanannya yangberguna. Ada pula orang yang "diburu" dan dicari-cari karena uangatau hartanya yang juga berguna. Ada juga orang yang ditinggalkan karena uangdan hartanya sudah habis. Ada pula orang yang dikutuk dan dilupakan karena ilmudan keteladanannya tidak lagi ada. Ada orang yang tidak diapa-apakan karena yacuma sekadar orang, adanya sama saja dengan tidak adanya, apalagi tidak adanya,adanya bikin ruwet, sehingga ditiadakan saja, tiadanya tidak menimbulkanapa-apa, ia tak punya daya apa-apa, tak ada daya hidupnya, tak punya dayaupaya, dan cuma orang yang keberadaannya tidak lebih baik dari sebuah batu ataucacing selokan. "Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagisesamanya," tutur Kanjeng Nabi Muhammad."
DALIL KEBLINGER
"Sak keblinger-kebliger"-nya kita,
ke mana lagi akan lari momohon ampun,
selain hanya kepada-Nya.
Dia akan menemukan aku
dan banyak sekali orang yang berdosa,
tapi aku tidak akan menemukan selain Dia untuk mengampuniku.
DALIL GUNDULMU
Kita harus berguru dari mana pun, di mana pun, siapa pun, pada kenyataansemanis dan sepahit apa pun.
Tidak hanya mengetahui kearifan nilai-nilai Samurai Jepang dan Kung Fu Chinayang penuh ketinggian budi. Kita pun mungkin perlu mengerti ada apa di kepalaReksi Durna dalam pewayangan yang pandai berkicau, mengelabuhi dan penuhsiasat-siasat curang. Kita perlu pahami apa di balik kelicikan dan kebusukanSengkuni yang selalu menaruh kecurigaan, cermat, waspada, menghalalkan segalacara, tekun menelusuri polarisasi-polarisasi rahasia dari tiap inci gerak dankehendak manusia. Pun bagaimana menghayati sifat ksatria para Pandawa, ataukelembutan hati Bima yang tampil dengan wajah yang garang menakutkan.
Tapi, kita pula perlu menimba kearifan pada Semar, Sang Batara Ismaya, yangngejawantah, cerdik, cemerlang, memandang dan menghapi segala perkara ituenteng belaka sambil batuk-batuk yang membuat para dewa ternganga tak berdaya.Jangan lupa kita mungkin perlu belajar menembak seperti koboi, Lucky Luke yanglepas-bebas dengan ketepatan bidik yang menakjubkan, "dar der dor"penuh keriangan dan berbincang akrab dengan kudanya.
Mari menanam kearifan dan kedewasaan. Yang sejati. Jangan cengeng, mengaduhaduh dan membuka keluh kesah. Tegarlah kalian. Lapanglah. Tuluslah. Janganbanyak berkeluh kesah. Sabarlah. Luas dan tenanglah. Mengalirlah. Berhembuslah.Perkasalah seperti gunung atau batu di palung samudera. Punya Tuhan lha kokmasih nubruk-nubruk?
Mari mengolah emosi dan amarah dalam ketenangan dan rasionalitas akurat, denganlogika dan kerendahatian. Jangan mencintai dunia melebihi segala-galanya.Belajarlah menyelam dalam lubuknya rasa prihatin. Kalau kalian inginkankebahagiaan, maka belajarlah berkasih mesra dengan penderitaan. Sebab hanyaorang yang pernah merasakan puncaknya penderitaan, ia dapat merasakan puncaknyakebahagiaan.
----------------------------------------------------------
Wis aku tak ngombe kopi disek yo, Nggeeerrr...
Ojo ruwet! Ayo Dipikir! Iso mikir po ora, Ngger?
Nek ora iso, kono nyemplung segoro wae!
-----------------------------------------------------------
DALIL KIAISEMAR MESEM-MENDEM
Segala ada hanyala seolah, tapi sejatinya ada, ya adaku. Aku samar, tapi jelas.Aku dipenuhi tapi, padahal, bagai. Akulah lelaki sejati, tapi perempuanterlembut dan paling patuh. Akulah api, padahal aku air. Akulah yg berkobarbagaikan mengalir. Akulah yg bertutur tapi pun yg dituturi, yg melihat padahalyg dilihat. Baiklah. Gak usah bingung sejatiku. Dari kahyangan yg melampau,turun ke bumi ramai, ngejawantah di pasar-pasar. Tambah kau pertegaspandanganmu, tambah sirnalah aku dari cahaya, karena akulah cahaya pandanganmu.Dipo sejati yg keliling bagai baling-baling dan diam membatu bagai batu besarberlumut di dasar sumur, atau karang di palung lautan.
Aku karo sampeyan iki kurang topone, kurang luwene, kurang melek'e, kurangnyawijine karo Pangeran, kurang nyawiji karo poro kawulane Pangeran. Pongah!Ngelmune gak sepiro tapi petentang pententeng. Nek wareg yo warege dewe, nekremen yo remenne dewe, nek seneng yo senenge dewe sak keluargane, lali wongliyo sing duduk sopo-sopone. Pingin melebu suwargo dewe, wong liyo kecemplungneroko jarno! Sukur! Kapok! Lho kuwi lho jane.. Dadi awak dewe iki wuto, gakwaskito blas, gak sasmito blas, gak linuwih blas! Lha wong wuto kok.. Ono wongnyuwek-nyuwek duit gawe nyogok, dolanan wewenang gawe meden-medeni yo gakweruh.. Ngelawan ora iso, gak ngelawan mulosoro. Nyatane iku akeh manungsosirahe celeng, kahanan opo maneh iki, ngger-ngger...
Opo sampeyan pikir udan dadi banjir terus ndelebno omahe wong-wong melarat kuwitakdir? Opo sampeyan pikir akeh wong kere, akeh wong wetenge gendut, akeh wongpongah terus ngidek-ngidek dulure dewe mbok arani takdir? Ngono? Nek ngono, ojonyembah Pangeran.. Kapir wae wes awak dewe iki..
Tambah duwur wit kelopo, yo tambah banter angine, ngger.. Urip kuwi singpenting kanggo kahuripan. Ojo urip mung sukur-sukur urip. Ojo jumawah dadipeceren, dadi kolam, dadi kalen-kalenan, dadiyo samudro. Wong Jowo kuwi melebusuwargo kabeh, menowo ono wong Jowo kecemplung neroko, kuwi jane kepeleset. Lhomangkane urip nate menggok kuwi lha wes lumrah, nanging ojo terus menggakmenggok ben ora kepeleset. Ngono lho, ngger.. ngger..
DALIL KIAISEMAR TENTANG AGAMA
Semua agama, apakah Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katholik, Konghucu, atauagama apa pun. Semua mengajarkan keselamatan dan kasih sayang serta memudahkanmanusia. Kalau ada agama yg mempersulit manusia, membuat kita menderita, danmenyusahkan, segera laporkan saja ke Polsek terdekat.
_________________________________________________________________________________
(Demikian dawuh-dawuh Kiai Semar. Itu semua bukan dawuh saya. Itu tadi adalahDalil/Dawuh Kiai Semar yg disampaikan kepada sasa secara spiritual sekitar 3jam yg lalu saat saya minum kopi di warung, beliau menyuruh saya memostingkandawuhnya itu di sini)
Banyuwangi, 2012-2013
Catatan Taufiq WR.
"Jika engkau ingin merasakandan menikmati keindahan wajah-Ku di dunia dan akhirat," kata Allah,"maka, bekerjalah hanya untuk-Ku."
DALIL 02
Semua kitabisa bercakap-cakap dengan-Nya. Cuma butuh keyakinan dan cinta. Kalau ketemusecara batin, itu tiap saat. Nah kalau ketemu secara dohir, kelak. Coba kitabaca lagi "Musyawarah Burung" karya Faridudin Attar itu.
Kita hidup, di samping kita hidup untuk agar hidup, orang yg beriman haruslahbisa menerima kehidupan. Artinya, hidup tidak hanya untuk hidup. Sehingga akanmenyeret kita ke dalam individualisme yg tidak baik. Kalau saya baik, lalu yglain buruk saya biarkan saja. Kalau saya mengetahui jalan kepada Tuhan, yg lainbelum tahu saya cuekin. Kalau saya kenyang, yg lain, saya tahu, lapar kubiarkansaja. Kalau saya selamat, yg lain celaka saya tak peduli. Kalau saya senang,yglain menderita saya gak mau tahu. Itulah hidup saya yg tak menerima kehidupandi dalam diri dan di luar diri saya. Apakah ini kebahagiaan? Kukira bukan!Karena kebahagiaan itu cuma ilusi, tapi sedalam apa kita bisa merasakanpenderitaan, itulah intinya yg sejati. Sebab hanya yg pernah merasakanpuncaknya derita,ia tahu bagaimana puncaknya bahagia. Hanya yg mengenal diri(kemanusiaan), ia mengenal Tuhan.
DALIL 03
Ya Allah,Ismail-kan hamba, agar siapa pun saja yg menyembelih, mengoyak, menguliti, danmencincang-cincang nasib hamba yg lemah tak berdaya, maka yg tersembelih,terkoyak, terkuliti, dan tercincang-cincang adalah kambing.
DALIL 04
MENIMBA KEARIFAN KHIDIRNGALAIHISSALAM
Untuk menimba rahasia kearifan ilmuKanjeng Nabi Khidir, saya melakukan pengembaraan spiritual. Dalam pengembaraanspiritual ini, panjenengan gak usah banyak tanya, yg penting dengarkan saja dgbaik lalu temukan mujarabnya. Begitu nasehat saya yg saya tirukan dari KanjengNabi Khidir kepada Kanjeng Nabi Musa. Begini cerita kembara spiritual saya:
Saya berjalan dalam gelap. Saya tidak tahu kanan kiri depan belakang atas bawahsaya. Pokoknya gelap, "peteng deddet". Saya berjalan dg pelan,meraba-raba. Tiba-tiba saya ketabrak orang. Orang ini bertubuh tinggi, kekar,bercahaya wajahnya, dan kedua matanya menyorot seperti mata kucing. "Mauke mana kamu?" tanya orang itu. Saya kaget. Lalu memandang wajahnya."Siapa sampeyan kok menghalangi saya?" tanya saya lantang, mata sayasilau oleh cahaya matanya yg tajam menusuk. "Aku Khidir, anak muda!"
"Waduh! Sampeyan Kanjeng Nabi Khidir toh?! Assalamu'alaikum, Kanjeng.Maaf, kukira genderuwo," kata saya gugup gemetar sambil tergopoh sungkemmenyalami tangannya.
"Genderuwo-genderuwo dengkulmu mlicet tah!" bentak Kanjeng NabiKhidir sambil mengibaskan tangan saya yg mau menyalami tangannya.
"Ampun, Kanjeng Khidir. Saya terbiasa melakukan pemutakhiran data logis.Tidak terbiasa saya percaya pada yg tidak masuk akal," jawab saya sedikittakut.
"Pemutakhiran-pemutakhiran logis! Apa itu? Apa zamanmu telah mendidikmusepicik itu untuk memandang?"
"Ampun, Kanjeng Khidir."
"Mau apa kamu nyasar-nyasar ke kegelapan ini?"
"Ampun, Kanjeng Khidir. Saya mencari panjenengan. Eeeh.. ternyata ketemudi sini."
"A..e.. A..e.. Kamu apa gak diajari sopan santun?!" Nabi Khidirmelotot. Saya tidak mampu melawan matanya. Saya tertunduk.
"Ampun, Kanjeng Khidir. Ampun," kata saya.
"Ampun-ampun! Itulah bodohnya orang-orang pada zamanmu. Mereka kepinginketemu aku. Mau apa?! Aku tidak akan bisa ditemui orang-orang yg menyimpankehendak untuk menemuiku! Lalu, apa maumu?" tanya Nabi Khidir kepada saya.
"Ampun, Kanjeng Khidir. Hamba ini ingin meguru kepada panjenengan,"jawab saya gemetar.
"Ha.ha.ha.ha.ha.. Meguru?! Kamu mau meguru padaku?! Tidak salah, anakmuda? Tiap orang yg ingin menemuiku minta macam-macam. Aku dikeramatkan mereka.Itulah kebodohan mereka. Peradabanmu peradaban jahiliyah yg dikemas dgkebaruan, pemimpin-pemimpinmu lebih Fir'aun daripada Fir'aun, budayamu budayakehinaan, dan agamamu kau sembah-sembah kau jadikan Tuhan. Sekarang apa kamumasih mau meguru?"
"Ampun. Iya, Kanjeng Khidir."
"Mbahmu!"
"Ampun."
"Dari tadi bisamu cuma ompan-ampun! Apa yg kau cari dariku?"
"Soal perahu, soal dinding yg dibangun kembali, soal kanak kecil ygdibunuh."
"Jahil kamu! Raimu! Apa kamu tidak membaca kitab suci? Apa kitab suci cumakau baca saja tanpa kau hayati pesan-kandungannya?"
"Ampun. Hamba ingin langsung tahu dari Paduka Kanjeng Khidir."
"Semprul kamu!"
"Kenapa Kanjeng menenggelamkan perahu, membangun tembok yg runtuh, danmembunuh anak tanpa dosa?"
"Heh! Anak muda nekat goblok! Kenapa aku menenggelamkan perahu kaupertanyakan lagi? Aku membangun tembok orang-orang jahat kau persoalkan? Akumembunuh anak tanpa dosa kau permasalahkan? Apa tidak cukup di masamu itu,orang-orang menenggelamkan kapal-kapalnya sendiri karena kebodohan dankelalaian? Apa kurang orang-orang di masamu itu mendirikan tembok-tembokraksasa dari kejahiliyaan mereka demi mengagungkan diri sendiri? Apa kurangbanyak ibu-ibu dan bapak-bapak melakukan aborsi dan membuang bayinya ke dalamselokan? Endasmu gudul! Bagaimana kau akan mengenal Tuhan, mengenal danmenolong sesamamu saja kau tak mau? Bagaimana kau akan setingkat nabi, lha wongkelakuanmu riya' dan sok suci? Ada penderitaan kau diam saja, malah kaumempertanyakan tindakanku. Kau tak mencari sebab derita, tetapi kau malah asyikmenyelenggarakan derita demi derita. Endasmu memang gundul! Kampret!" kataNabi Khidir.
Saya diam saja. Tiba-tiba saya terlempar dalam sebuah ruangan yg terang,orang-orang duduk rapi sambil terbahak-bahak mendengarkan cerita lucu seorangmuballig. "Kenapa orang-orang ada yg ke utara, ke selatan, ke timur, kebarat, kenapa orang-orang tidak berjalan ke satu arah saja?" kata muballigbersorban putih itu. Orang-orang diam. Muballig itu menjawab pertanyaannyasendiri: "Karena kalau semua orang berjalan ke satu arah, maka bumi iniakan berat sebelah lalu semua orang akan jatuh ke jurang!Ha.ha.ha.ha.ha.ha..". Muballig itu tertawa panjang-panjang dan tidak mauberhenti. Hadirin pun tertawa kepingkel-pingkel. Dan saya ikutkepingkel-pingkel tidak mengerti.
DALIL 05
Sebejat-bejatnya manusia, sejauh-jauhnya manusia dari kebaikan, sebusuk-busukmanusia karena dosa, dia pasti rindu untuk pulang pada ketakberhinggan kekuatandi luar kelemahan dan kejumudan jiwanya. Dan dia mendapati dirinya tidak akanmenemukan tempat pulang selain pulang hanya kepada Tuhan. Ia rindu Tuhan. DanTuhan akan menerimanya dengan senang hati dan dengan tangan yg terbuka lebar.Tuhan mengampuninya meski tubuh dan jiwanya belum total berlari pulangkepada-Nya. Namun hatinya yg berharap sekecil apa pun tersembunyi, Tuhan tahuimpian dan harapannya untuk pulang itu. Seluas-luasnya dosa manusia tak adaapa-apanya dengan keluasan ampunan dan cinta-kasih-sayang-Nya. Seorang pelacurkotor yg terhempas di remang lampu disko sepanjang umurnya, tetap menginginkansurga, artinya mendambakan kesucian dan ampunan serta cinta Tuhan. Karena itufitrahnya manusia. Cuma mungkin ia tak kuasa melawan keadaan dirinya yg begiturumitnya. Pelacur itu lebih mulia daripada seorang ahli ketuhanan atau mursyidketuhanan yg hanya membawa diri dan pengikutnya dalam ekstasi kenikmatan"langit lapis tujuh" tanpa bertapa di tengah kesibukan dunia danlubuknya penderitaan sesamanya. Tangannya hanya menggapai-gapai Tuhan tapi takmeraih penderitaan yg bahkan telah menusuk pinggangnya. "Carilah Aku didalam jiwa hamba-hamba-Ku yg menderita," dawuh Gusti Alloh.
DALIL 06
Ada sombongnya orang yg berkuasa,
sombongnya wong sugeh,
sombongnya orang pandai,
dan sombongnya orang saleh.
Dari dulu pemahaman kita adalah pemahaman kuantitatif dengan mempersetankankualitatif. Kalau ada istilah "ping sewidak jaran" (enam puluh kalikuda) kita lalu menghitung sebanyak enam puluh ekor kuda. Pemahamankuantitatif. Kalau Tuhan bersabda "Malam Seribu Bulan", kita lalumenghitung seribu bulan itu ketemu berapa tahun dan dibandingkan dengan sampaiberapa tahun umur kita. Padahal maksud Tuhan bukan itu, tapi Dia mengatakan"malam seribu bulan" bukan dengan kuantitas angka, tapi kualitas,bahwa kesucian dan keluhuran "lailatul qodar" itu tak tergambarkandengan ribuan bahkan jutaan bulan. Tapi, pemahaman kita kuantitatif. Persetankualitas! Prek! Jadilah kita bangsa yg kuantitasnya "ping sewidak jaran"tapi yg kualitasnya "gundulmu atos".
Penguasa mengukur kekuasaannya dengan ukuran seberapa hebat dia mampumenundukkan yang lemah dan tak berdaya, seberapa banyak orang lemah dan orangyang tak berdaya menyembah-nyembahnya, seberapa banyak orang memuja-mujanya,seberapa banyak pejabat, kiai, ulama, ustad, mursyid tarekat, atau cendekiawanmenjilat-jilatinya, seberapa kuat perintahnya dipatuhi dan ditempatkan di atassegala-segalanya oleh siapa saja yg dikuasainya. Itulah congkaknya orangberkuasa. Bukannya ia mengukur kekuasaannya dengan takaran kejujuran, keadilan,dan sekuat apa ia mengayomi dan melindungi yg lemah. Pemimpin kita sebagaiorang berkuasa itu banyaknya "ping sewidak jaran", tapi yg sejaticuma sebatas "endasmu petak".
Kalau ada orang kaya, ia mengukur kekayaannya dengan kemampuannya membelibarang-barang mewah, membangun istana diri dan keluarganya, mendirikan kerajaanbisnis yang menghegomoni dan memonopoli, dengan ukuran sebanyak apa orangtunduk dan takjub akan harta bendanya, dengan ukuran secepat kilat membelibarang mewah, dengan ukuran seberapa banyak orang melarat yang disantuninyauntuk lalu diperhinakannya dengan menertawakan kekonyolan orang-orang fakir itusambil menggeleng-gelengkan kepala menepuk pundak orang yg untuk makan sajaharus nyemplung ke dalam sumur, dengan ukuran kekuatan kapital yg menguasaisegala sektor dan sebanyak apa orang mengabdi padanya, keluarganya, bahkan padaanjing peliharaannya. Ukuran kuantitatif! Bukannya ukuran kesadaran dari manadan ke mana hartanya, bukannya ukuran kedermawanan yg tulus tanpa memperalatsesamanya, bukannya ukuran sebisa apa ia menolong yg menderita dengan hartabendanya. Itulah takaburnya wong sugeh. Orang kaya di negeri ini banyaknya"ping sewidak jaran", tapi yg sejati cuma sebatas "dengkulmumlicet".
Kalau ada orang pandai, ia mengukur kepandaiannya dengan sehebat apa iamenjawab persoalan dengan ribuan teori dan referensi, dengan ukuran sementerengapa gelar pendidikan yg disandangnya, dengan ukuran sebanyak apa orang yg dibodohidan berhasil diperalat sehabis-habisnya, dengan ukuran status cerdik-cendekiayg diakui siapa saja. Bukannya ukuran tingkat kejujurannya terhadap kebenaran,bukannya dengan ukuran semampu apa ia menciptakan tradisi kejeniusan yg rendahhati dalam diri dan sesamanya, bukannya ukuran ketundukannya pada keadilan dankebenaran, bukannya ukuran ketulusannya mencahayai sesamanya yg celaka karenakegelapan pikiran. Itulah congkaknya orang pandai. Orang pandai di negeri inibanyaknya "ping sewidak jaran", tapi yg sejati cuma sebatas"matamu picek".
Ada juga orang saleh, ia mengukur kesalehannya dengan seberapa banyak orang ygmenjadi pengikutnya, dengan ukuran sebanyak apa orang mengakui"kesuciannya" sambil menperhina-dinakan yg berlumur dosa, denganukuran setekun apa ia masuk masjid, gereja, wihara, pura dan klenteng, denganukuran sefasih apa ia mendakwahkan kitab suci sambil mengkhotbahi preman,pelacur, bromocorah, rampok, koruptor, dengan ukuran keustadan, kekiaian,keulamaan, kemubaligan, atau kemursyidan yg dihormat-hormati bagai Tuhan.Bukannya dengan ukuran sehebat apa ia merahasiakan laku kesalehannya demiketulusan, bukannya ukuran mampu mempengaruhi yg berdosa untuk pulang kepadapencipta, bukannya ukuran kekhawatirannya masuk surga sendiri tapi persetan yglain neraka dan merasa paling suci sendiri. Itulah takaburnya orang saleh.Orang saleh di negeri ini banyaknya "ping sewidak jaran",tapi ygsejati sebatas "cangkemmu mambu".
Kita sudah biasa, sakit kepala bingung nyari palu, ingin tahu Tuhan ygdijadikan guru makelar. Kiai, ustad, ulama, mubalig jadi artis dan pelawak.Artis dan pelawak jadi ustad, kiai, ulama, mubalig. Dukun dianggap wali. Walidianggap wong edan.
Kahanan opo toh kuwi, nggeeer.. nggeeer.. Manungso sirahe kok celeng. Pingsewidak jaran, iku tembok atos luwih atos soko gundulmu!
DALIL TENTANG RAKYAT
Tahukah Anda, siapakah rakyat? Rakyat adalah orang kecil, kumal, berwajahjelek, kudisan, kumuh dan miskin, bodoh, jahat, dan gelap. Kalau ada nasehat:"Jujurlah! Adil, baik, dan benarlah. Sabarlah!". Nasehat ituditujukan kepada rakyat yang selalu bohong dan tidak sabar. Karena rakyat itubodoh, maka dilakukan pelatihan-pelatihan, lokakarya, atau seminar untukrakyat. Karena rakyat itu miskin dan pengangguran, maka dilakukan pelbagaiprogram pengentasan kemiskinan dan pengangguran, diberi duit, sembako, dandiberdayakan. Rakyat harus diberdayakan ekonominya karena kere. Rakyat itujahat, maka turunlah ustad, ulama, kiai, pendakwah menyeru moral kepada rakyat,rakyat dikhotbahi tiap saat agar mereka tidak melakukan kejahatan, sepertimencuri, merampok, membunuh, memperkosa, menjadi pelacur, dan bunuh diri ataumenenggak alkohol.
DALIL DI JALAN
~“Aduh Bung, kenapa kaki saya diinjak, sakit lho! Nanti kalau kaki Anda diinjakgimana rasanya?”
~”Oh. Ya maaf, saya tidak sengaja.”
Tetapi kalau orang yang berkuasa, orang kaya, orang kuat menginjak kaki oranglain, lalu ia ditegur:
~“Aduh kenapa kaki saya Anda injak? Hati-hati dong! Nanti kalau kaki Anda jugadiinjak gimana rasanya?”
~“Oh… Boleh kalau berani, silahkan injak kaki saya!”
~“Oh maaf. Bukan begitu maksud saya.”
Yang diinjak malah yang mohon maaf. Edan tenan!
DALIL KEMANUSIAAN
Manusiayang hatinya bersih itu tidak membutuhkan tangan untuk melambai, tidak memerlukanmata untuk melihat dengan tajam (waskita dan sasmita), tidak memerlukan hidunguntuk mencium wangi atau tidaknya tiap inci polarisasi yang nyata maupun yanggaib. Ia yang hatinya bening oleh pancaran ketuhanan, bukan hanya melihat tanpamata, tapi ia juga menyaksikan dengan sangat jelas jauh melebihi daya lihatmata fisik serta mengetahui segala yang berada di balik yang tampak semusykildan serumit apa pun itu: "ngalimul goibi was syahadah" (tahu danpaham apa yang tiada tampak dan menjadi penyaksi yang nyata atasnya), ia pun"ngalimus siri wa ngakhfa" (tahu dan paham pada puncaknya segala yangrahasia dan yang terselip di balik yang nyata).
DALIL PERBURUAN
Ada orangyang "diburu" dan dicari-cari karena ilmu atau keteladanannya yangberguna. Ada pula orang yang "diburu" dan dicari-cari karena uangatau hartanya yang juga berguna. Ada juga orang yang ditinggalkan karena uangdan hartanya sudah habis. Ada pula orang yang dikutuk dan dilupakan karena ilmudan keteladanannya tidak lagi ada. Ada orang yang tidak diapa-apakan karena yacuma sekadar orang, adanya sama saja dengan tidak adanya, apalagi tidak adanya,adanya bikin ruwet, sehingga ditiadakan saja, tiadanya tidak menimbulkanapa-apa, ia tak punya daya apa-apa, tak ada daya hidupnya, tak punya dayaupaya, dan cuma orang yang keberadaannya tidak lebih baik dari sebuah batu ataucacing selokan. "Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagisesamanya," tutur Kanjeng Nabi Muhammad."
DALIL KEBLINGER
"Sak keblinger-kebliger"-nya kita,
ke mana lagi akan lari momohon ampun,
selain hanya kepada-Nya.
Dia akan menemukan aku
dan banyak sekali orang yang berdosa,
tapi aku tidak akan menemukan selain Dia untuk mengampuniku.
DALIL GUNDULMU
Kita harus berguru dari mana pun, di mana pun, siapa pun, pada kenyataansemanis dan sepahit apa pun.
Tidak hanya mengetahui kearifan nilai-nilai Samurai Jepang dan Kung Fu Chinayang penuh ketinggian budi. Kita pun mungkin perlu mengerti ada apa di kepalaReksi Durna dalam pewayangan yang pandai berkicau, mengelabuhi dan penuhsiasat-siasat curang. Kita perlu pahami apa di balik kelicikan dan kebusukanSengkuni yang selalu menaruh kecurigaan, cermat, waspada, menghalalkan segalacara, tekun menelusuri polarisasi-polarisasi rahasia dari tiap inci gerak dankehendak manusia. Pun bagaimana menghayati sifat ksatria para Pandawa, ataukelembutan hati Bima yang tampil dengan wajah yang garang menakutkan.
Tapi, kita pula perlu menimba kearifan pada Semar, Sang Batara Ismaya, yangngejawantah, cerdik, cemerlang, memandang dan menghapi segala perkara ituenteng belaka sambil batuk-batuk yang membuat para dewa ternganga tak berdaya.Jangan lupa kita mungkin perlu belajar menembak seperti koboi, Lucky Luke yanglepas-bebas dengan ketepatan bidik yang menakjubkan, "dar der dor"penuh keriangan dan berbincang akrab dengan kudanya.
Mari menanam kearifan dan kedewasaan. Yang sejati. Jangan cengeng, mengaduhaduh dan membuka keluh kesah. Tegarlah kalian. Lapanglah. Tuluslah. Janganbanyak berkeluh kesah. Sabarlah. Luas dan tenanglah. Mengalirlah. Berhembuslah.Perkasalah seperti gunung atau batu di palung samudera. Punya Tuhan lha kokmasih nubruk-nubruk?
Mari mengolah emosi dan amarah dalam ketenangan dan rasionalitas akurat, denganlogika dan kerendahatian. Jangan mencintai dunia melebihi segala-galanya.Belajarlah menyelam dalam lubuknya rasa prihatin. Kalau kalian inginkankebahagiaan, maka belajarlah berkasih mesra dengan penderitaan. Sebab hanyaorang yang pernah merasakan puncaknya penderitaan, ia dapat merasakan puncaknyakebahagiaan.
----------------------------------------------------------
Wis aku tak ngombe kopi disek yo, Nggeeerrr...
Ojo ruwet! Ayo Dipikir! Iso mikir po ora, Ngger?
Nek ora iso, kono nyemplung segoro wae!
-----------------------------------------------------------
DALIL KIAISEMAR MESEM-MENDEM
Segala ada hanyala seolah, tapi sejatinya ada, ya adaku. Aku samar, tapi jelas.Aku dipenuhi tapi, padahal, bagai. Akulah lelaki sejati, tapi perempuanterlembut dan paling patuh. Akulah api, padahal aku air. Akulah yg berkobarbagaikan mengalir. Akulah yg bertutur tapi pun yg dituturi, yg melihat padahalyg dilihat. Baiklah. Gak usah bingung sejatiku. Dari kahyangan yg melampau,turun ke bumi ramai, ngejawantah di pasar-pasar. Tambah kau pertegaspandanganmu, tambah sirnalah aku dari cahaya, karena akulah cahaya pandanganmu.Dipo sejati yg keliling bagai baling-baling dan diam membatu bagai batu besarberlumut di dasar sumur, atau karang di palung lautan.
Aku karo sampeyan iki kurang topone, kurang luwene, kurang melek'e, kurangnyawijine karo Pangeran, kurang nyawiji karo poro kawulane Pangeran. Pongah!Ngelmune gak sepiro tapi petentang pententeng. Nek wareg yo warege dewe, nekremen yo remenne dewe, nek seneng yo senenge dewe sak keluargane, lali wongliyo sing duduk sopo-sopone. Pingin melebu suwargo dewe, wong liyo kecemplungneroko jarno! Sukur! Kapok! Lho kuwi lho jane.. Dadi awak dewe iki wuto, gakwaskito blas, gak sasmito blas, gak linuwih blas! Lha wong wuto kok.. Ono wongnyuwek-nyuwek duit gawe nyogok, dolanan wewenang gawe meden-medeni yo gakweruh.. Ngelawan ora iso, gak ngelawan mulosoro. Nyatane iku akeh manungsosirahe celeng, kahanan opo maneh iki, ngger-ngger...
Opo sampeyan pikir udan dadi banjir terus ndelebno omahe wong-wong melarat kuwitakdir? Opo sampeyan pikir akeh wong kere, akeh wong wetenge gendut, akeh wongpongah terus ngidek-ngidek dulure dewe mbok arani takdir? Ngono? Nek ngono, ojonyembah Pangeran.. Kapir wae wes awak dewe iki..
Tambah duwur wit kelopo, yo tambah banter angine, ngger.. Urip kuwi singpenting kanggo kahuripan. Ojo urip mung sukur-sukur urip. Ojo jumawah dadipeceren, dadi kolam, dadi kalen-kalenan, dadiyo samudro. Wong Jowo kuwi melebusuwargo kabeh, menowo ono wong Jowo kecemplung neroko, kuwi jane kepeleset. Lhomangkane urip nate menggok kuwi lha wes lumrah, nanging ojo terus menggakmenggok ben ora kepeleset. Ngono lho, ngger.. ngger..
DALIL KIAISEMAR TENTANG AGAMA
Semua agama, apakah Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katholik, Konghucu, atauagama apa pun. Semua mengajarkan keselamatan dan kasih sayang serta memudahkanmanusia. Kalau ada agama yg mempersulit manusia, membuat kita menderita, danmenyusahkan, segera laporkan saja ke Polsek terdekat.
_________________________________________________________________________________
(Demikian dawuh-dawuh Kiai Semar. Itu semua bukan dawuh saya. Itu tadi adalahDalil/Dawuh Kiai Semar yg disampaikan kepada sasa secara spiritual sekitar 3jam yg lalu saat saya minum kopi di warung, beliau menyuruh saya memostingkandawuhnya itu di sini)
Banyuwangi, 2012-2013
Catatan Taufiq WR.
Wirid Top
"Kenikmatan terhebat jika kita dan keluarga
kita makan malam bersama Allah dalam satu meja makan, Allah langsung
menyaksikan dan makan bersama kita dari rejeki yang diberikan-NYA,
tangan-tangan kita bersilangan dengan
tangan-tangan Allah yang juga ikut mencicipi makanan, istri kita telah
memasak dengan ikhlas dengan cinta kepada suaminya. Dalam rumah kita,
Allah membimbing dan mendidik kita dan anak-anak kita. Bersyukurlah kita
yang mampu menjadikan rumah, keluarga, jiwa dan hati sebagai
'baitullah' (rumah Allah)".
Demikian dawuh seorang kiai tua "ndeso" dg bahasa Jawa, Kiai Soerat. Jamari mendengarkan. Jamari cuma tukang becak dan "manol" (pengangkut barang) di pelabuhan. Tukang becak seperti dalam kisah Mohammad Sobary. Dan saya akan mengisahkan kisah Sobary itu versi saya.
"Akhir-akhir ini susah nyari duit, Kiai. Barang-barang mahal, empat orang anak saya sudah masuk SD semua, butuh biaya dan tiap hari uang saku," keluh Jamari.
"Gusti Allah itu mahakaya, Jam. Jangan khawatir. Bekerja keras dan terus berwirid mengingat Allah di mana pun dan kapan pun, merasa dilihat Gusti Allah walaupun kamu gak dapat melihat-Nya. Nanti lama-lama kamu akan dapat memandang Allah," jawab Kiai Soerat.
"Wiridnya gimana, Kiai, apa "wolo-wolo kuwato, Kiai?" tanya Jamari tidak mengerti.
"Wolo-wolo kuwato" itu juga boleh, Jam. Yg lebih singkat, sebutlah Dia Yg Mahanyata dan Mahabatin, "ya dhohiru ya bathinu", itu, Jam. Jangan lupa selawat. Dan bekerjalah dg tekun," jawab Kiai Soerat.
"Kalau kawulo singkat "ya rutinu-ya rutinu", tapi maksudnya ya yg diucapkan Kiai tadi. Selawat kawulo singkat "solungala Mokamad". Saya tidak bisa ngaji, Kiai, gak bisa baca yg begituan. Boleh, Kiai?" tanya Jamari.
Kiai Soerat terdiam, dahinya mengerut, berpikir dalam.
"Yo boleh. Tapi, maksudnya Allah Mohonyoto Mohobatin yo, Jam," jawab Kiai Soerat.
Jamari berpamitan. Bekerja. Narik becak dan memikul barang-barang berat di pelabuhan. Empat orang anaknya sekolah SD, yg paling muda kelas 1. Istrinya jarang mengeluh walau suaminya jarang membawa uang. Jamari terus bekerja dan berwirid "ya rutinu-ya rutinu" serta "solungala Mokamad".
Begitu pulang, tetap tanpa membawa duit. Tiba di rumah tetap saja "ya rutinu" dan "solungala Mokamad". Kaget dia, istrinya memasak.
"Lho dari mana dapat duit?" tanya Jamari kepada istrinya.
"Lho tadi aku nemu duit sejuta di bawah meja tamu," jawab istri Jamari.
"Apa?!"
Jamari lapor kepada Kiai Soerat. Kiai Soerat tenang saja. "Gak usah kaget, Jam. Gusti Allah mahaajaib. Tenang saja. Yg penting tetap kerja keras dan tetap wirid."
"Sendiko, Kiai," jawab Jamari.
Tiap hari Jamari bekerja. Hasilnya sedikit. Tiap hari satu juta secara ajaib di bawah meja tamunya. Tapi, Jamari sudah tidak kaget. Itu uang dari Allah. Dia tetap bekerja dan berwirid "ya rutinu" serta berselawat "solungala Mokamad". Uang itu ditabung oleh istrinya, satu juta tiap hari. Kejadian itu berlangsung sampai 20 hari. Uang yg terkumpul sebanyak 19 juta. Pada hari ke 21, tidak ada lagi uang di bawah meja. Tapi, Jamari tetap tidak kaget. Mungkin sudah cukup Allah memberinya uang tiap hari satu juta rupiah. Namun, yg membuat Jamari kaget adalah berita duka, Kiai Soerat wafat. Jamari mengantar jenazah Kiai Soerat. Di atas makam Kiai Soerat, Jamari berkata; "Kiai, Allah memberiku uang 1 juta selama 20 hari. Di hari wafat panjenengan, tidak ada uang 1 juta lagi. Uangnya ditabung oleh istri saya, akan kami buat modal berdagang, Kiai. Saya tetap wirid dan selawat, bersyukur dan terus bekerja keras sesuai perintah Kiai agar dapat melihat Allah. Gusti, terimalah Kiai Soerat. Amin."
Jamari pun berdagang di pasar dg istrinya menggunakan modal uang cash pemberian Allah itu. Mereka suami-istri yg rukun, anak-anak mereka bersekolah, hasil dari berdagang dinikmati dan sebagian ditabung. Jamari dan keluarganya bahagia, dia menasehati istri dan anak-anaknya untuk selalu berdzikir, berselawat, bekerja keras dan senantiasa bersyukur. Jamari tidak tahu, bahwa uang 1 juta rupiah yg selalu ditemukan tergeletak di bawah meja tamunya selama 20 hari adalah uang Kiai Soerat yg diletakkan Kiai Soerat di bawah meja tamu Jamari secara diam-diam tanpa diketahui siapa pun. Pada hari ke 21, uang 1 juta tidak lagi ditemukan istri Jamari di bawah meja tamu karena pada hari itu Kiai Soerat wafat.
"Berdzikir, berselawat, bersyukur, dan bekerja keras lalu kau temukan keindahan dan kebahagiaan. Itulah bukti yg jelas bahwa kamu sudah melihat Allah Yg Mahanyata Mahabatin," kata Kiai Soerat waktu masih hidup kepada Jamari. Jamari mengingat dawuh Kiai Soerat itu saat bekerja, dia tersenyum, diam-diam rindu menguntum di hatinya kepada Kiai Soerat, kiai "ndeso" yg meneduhkan jiwa
Taufiq WR.
Demikian dawuh seorang kiai tua "ndeso" dg bahasa Jawa, Kiai Soerat. Jamari mendengarkan. Jamari cuma tukang becak dan "manol" (pengangkut barang) di pelabuhan. Tukang becak seperti dalam kisah Mohammad Sobary. Dan saya akan mengisahkan kisah Sobary itu versi saya.
"Akhir-akhir ini susah nyari duit, Kiai. Barang-barang mahal, empat orang anak saya sudah masuk SD semua, butuh biaya dan tiap hari uang saku," keluh Jamari.
"Gusti Allah itu mahakaya, Jam. Jangan khawatir. Bekerja keras dan terus berwirid mengingat Allah di mana pun dan kapan pun, merasa dilihat Gusti Allah walaupun kamu gak dapat melihat-Nya. Nanti lama-lama kamu akan dapat memandang Allah," jawab Kiai Soerat.
"Wiridnya gimana, Kiai, apa "wolo-wolo kuwato, Kiai?" tanya Jamari tidak mengerti.
"Wolo-wolo kuwato" itu juga boleh, Jam. Yg lebih singkat, sebutlah Dia Yg Mahanyata dan Mahabatin, "ya dhohiru ya bathinu", itu, Jam. Jangan lupa selawat. Dan bekerjalah dg tekun," jawab Kiai Soerat.
"Kalau kawulo singkat "ya rutinu-ya rutinu", tapi maksudnya ya yg diucapkan Kiai tadi. Selawat kawulo singkat "solungala Mokamad". Saya tidak bisa ngaji, Kiai, gak bisa baca yg begituan. Boleh, Kiai?" tanya Jamari.
Kiai Soerat terdiam, dahinya mengerut, berpikir dalam.
"Yo boleh. Tapi, maksudnya Allah Mohonyoto Mohobatin yo, Jam," jawab Kiai Soerat.
Jamari berpamitan. Bekerja. Narik becak dan memikul barang-barang berat di pelabuhan. Empat orang anaknya sekolah SD, yg paling muda kelas 1. Istrinya jarang mengeluh walau suaminya jarang membawa uang. Jamari terus bekerja dan berwirid "ya rutinu-ya rutinu" serta "solungala Mokamad".
Begitu pulang, tetap tanpa membawa duit. Tiba di rumah tetap saja "ya rutinu" dan "solungala Mokamad". Kaget dia, istrinya memasak.
"Lho dari mana dapat duit?" tanya Jamari kepada istrinya.
"Lho tadi aku nemu duit sejuta di bawah meja tamu," jawab istri Jamari.
"Apa?!"
Jamari lapor kepada Kiai Soerat. Kiai Soerat tenang saja. "Gak usah kaget, Jam. Gusti Allah mahaajaib. Tenang saja. Yg penting tetap kerja keras dan tetap wirid."
"Sendiko, Kiai," jawab Jamari.
Tiap hari Jamari bekerja. Hasilnya sedikit. Tiap hari satu juta secara ajaib di bawah meja tamunya. Tapi, Jamari sudah tidak kaget. Itu uang dari Allah. Dia tetap bekerja dan berwirid "ya rutinu" serta berselawat "solungala Mokamad". Uang itu ditabung oleh istrinya, satu juta tiap hari. Kejadian itu berlangsung sampai 20 hari. Uang yg terkumpul sebanyak 19 juta. Pada hari ke 21, tidak ada lagi uang di bawah meja. Tapi, Jamari tetap tidak kaget. Mungkin sudah cukup Allah memberinya uang tiap hari satu juta rupiah. Namun, yg membuat Jamari kaget adalah berita duka, Kiai Soerat wafat. Jamari mengantar jenazah Kiai Soerat. Di atas makam Kiai Soerat, Jamari berkata; "Kiai, Allah memberiku uang 1 juta selama 20 hari. Di hari wafat panjenengan, tidak ada uang 1 juta lagi. Uangnya ditabung oleh istri saya, akan kami buat modal berdagang, Kiai. Saya tetap wirid dan selawat, bersyukur dan terus bekerja keras sesuai perintah Kiai agar dapat melihat Allah. Gusti, terimalah Kiai Soerat. Amin."
Jamari pun berdagang di pasar dg istrinya menggunakan modal uang cash pemberian Allah itu. Mereka suami-istri yg rukun, anak-anak mereka bersekolah, hasil dari berdagang dinikmati dan sebagian ditabung. Jamari dan keluarganya bahagia, dia menasehati istri dan anak-anaknya untuk selalu berdzikir, berselawat, bekerja keras dan senantiasa bersyukur. Jamari tidak tahu, bahwa uang 1 juta rupiah yg selalu ditemukan tergeletak di bawah meja tamunya selama 20 hari adalah uang Kiai Soerat yg diletakkan Kiai Soerat di bawah meja tamu Jamari secara diam-diam tanpa diketahui siapa pun. Pada hari ke 21, uang 1 juta tidak lagi ditemukan istri Jamari di bawah meja tamu karena pada hari itu Kiai Soerat wafat.
"Berdzikir, berselawat, bersyukur, dan bekerja keras lalu kau temukan keindahan dan kebahagiaan. Itulah bukti yg jelas bahwa kamu sudah melihat Allah Yg Mahanyata Mahabatin," kata Kiai Soerat waktu masih hidup kepada Jamari. Jamari mengingat dawuh Kiai Soerat itu saat bekerja, dia tersenyum, diam-diam rindu menguntum di hatinya kepada Kiai Soerat, kiai "ndeso" yg meneduhkan jiwa
Taufiq WR.
Langganan:
Postingan (Atom)