Sastra Kampung Rasa Eropa

Sastra Kampung Rasa Eropa

Rabu, 05 Juni 2013

Wirid Top

"Kenikmatan terhebat jika kita dan keluarga kita makan malam bersama Allah dalam satu meja makan, Allah langsung menyaksikan dan makan bersama kita dari rejeki yang diberikan-NYA, tangan-tangan kita bersilangan dengan tangan-tangan Allah yang juga ikut mencicipi makanan, istri kita telah memasak dengan ikhlas dengan cinta kepada suaminya. Dalam rumah kita, Allah membimbing dan mendidik kita dan anak-anak kita. Bersyukurlah kita yang mampu menjadikan rumah, keluarga, jiwa dan hati sebagai 'baitullah' (rumah Allah)".

Demikian dawuh seorang kiai tua "ndeso" dg bahasa Jawa, Kiai Soerat. Jamari mendengarkan. Jamari cuma tukang becak dan "manol" (pengangkut barang) di pelabuhan. Tukang becak seperti dalam kisah Mohammad Sobary. Dan saya akan mengisahkan kisah Sobary itu versi saya.

"Akhir-akhir ini susah nyari duit, Kiai. Barang-barang mahal, empat orang anak saya sudah masuk SD semua, butuh biaya dan tiap hari uang saku," keluh Jamari.

"Gusti Allah itu mahakaya, Jam. Jangan khawatir. Bekerja keras dan terus berwirid mengingat Allah di mana pun dan kapan pun, merasa dilihat Gusti Allah walaupun kamu gak dapat melihat-Nya. Nanti lama-lama kamu akan dapat memandang Allah," jawab Kiai Soerat.

"Wiridnya gimana, Kiai, apa "wolo-wolo kuwato, Kiai?" tanya Jamari tidak mengerti.

"Wolo-wolo kuwato" itu juga boleh, Jam. Yg lebih singkat, sebutlah Dia Yg Mahanyata dan Mahabatin, "ya dhohiru ya bathinu", itu, Jam. Jangan lupa selawat. Dan bekerjalah dg tekun," jawab Kiai Soerat.

"Kalau kawulo singkat "ya rutinu-ya rutinu", tapi maksudnya ya yg diucapkan Kiai tadi. Selawat kawulo singkat "solungala Mokamad". Saya tidak bisa ngaji, Kiai, gak bisa baca yg begituan. Boleh, Kiai?" tanya Jamari.

Kiai Soerat terdiam, dahinya mengerut, berpikir dalam.

"Yo boleh. Tapi, maksudnya Allah Mohonyoto Mohobatin yo, Jam," jawab Kiai Soerat.

Jamari berpamitan. Bekerja. Narik becak dan memikul barang-barang berat di pelabuhan. Empat orang anaknya sekolah SD, yg paling muda kelas 1. Istrinya jarang mengeluh walau suaminya jarang membawa uang. Jamari terus bekerja dan berwirid "ya rutinu-ya rutinu" serta "solungala Mokamad".

Begitu pulang, tetap tanpa membawa duit. Tiba di rumah tetap saja "ya rutinu" dan "solungala Mokamad". Kaget dia, istrinya memasak.

"Lho dari mana dapat duit?" tanya Jamari kepada istrinya.

"Lho tadi aku nemu duit sejuta di bawah meja tamu," jawab istri Jamari.

"Apa?!"

Jamari lapor kepada Kiai Soerat. Kiai Soerat tenang saja. "Gak usah kaget, Jam. Gusti Allah mahaajaib. Tenang saja. Yg penting tetap kerja keras dan tetap wirid."

"Sendiko, Kiai," jawab Jamari.

Tiap hari Jamari bekerja. Hasilnya sedikit. Tiap hari satu juta secara ajaib di bawah meja tamunya. Tapi, Jamari sudah tidak kaget. Itu uang dari Allah. Dia tetap bekerja dan berwirid "ya rutinu" serta berselawat "solungala Mokamad". Uang itu ditabung oleh istrinya, satu juta tiap hari. Kejadian itu berlangsung sampai 20 hari. Uang yg terkumpul sebanyak 19 juta. Pada hari ke 21, tidak ada lagi uang di bawah meja. Tapi, Jamari tetap tidak kaget. Mungkin sudah cukup Allah memberinya uang tiap hari satu juta rupiah. Namun, yg membuat Jamari kaget adalah berita duka, Kiai Soerat wafat. Jamari mengantar jenazah Kiai Soerat. Di atas makam Kiai Soerat, Jamari berkata; "Kiai, Allah memberiku uang 1 juta selama 20 hari. Di hari wafat panjenengan, tidak ada uang 1 juta lagi. Uangnya ditabung oleh istri saya, akan kami buat modal berdagang, Kiai. Saya tetap wirid dan selawat, bersyukur dan terus bekerja keras sesuai perintah Kiai agar dapat melihat Allah. Gusti, terimalah Kiai Soerat. Amin."

Jamari pun berdagang di pasar dg istrinya menggunakan modal uang cash pemberian Allah itu. Mereka suami-istri yg rukun, anak-anak mereka bersekolah, hasil dari berdagang dinikmati dan sebagian ditabung. Jamari dan keluarganya bahagia, dia menasehati istri dan anak-anaknya untuk selalu berdzikir, berselawat, bekerja keras dan senantiasa bersyukur. Jamari tidak tahu, bahwa uang 1 juta rupiah yg selalu ditemukan tergeletak di bawah meja tamunya selama 20 hari adalah uang Kiai Soerat yg diletakkan Kiai Soerat di bawah meja tamu Jamari secara diam-diam tanpa diketahui siapa pun. Pada hari ke 21, uang 1 juta tidak lagi ditemukan istri Jamari di bawah meja tamu karena pada hari itu Kiai Soerat wafat.

"Berdzikir, berselawat, bersyukur, dan bekerja keras lalu kau temukan keindahan dan kebahagiaan. Itulah bukti yg jelas bahwa kamu sudah melihat Allah Yg Mahanyata Mahabatin," kata Kiai Soerat waktu masih hidup kepada Jamari. Jamari mengingat dawuh Kiai Soerat itu saat bekerja, dia tersenyum, diam-diam rindu menguntum di hatinya kepada Kiai Soerat, kiai "ndeso" yg meneduhkan jiwa


Taufiq WR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar