Konon menurut keterangan dalam agama Islam,
orang yg meninggal di hari Jumat, orang tersebut meninggal di "hari
surga". Diyakini ia masuk surga tanpa kerepotan. Menurut keterangan
dalam agama Islam pula, orang yg meninggal
lalu jenazahnya disalatkan oleh minimal 40 orang, maka jenazah tersebut
dijamin surga. Untuk keterangan lengkapnya, Ustad Gus Nandi (KH.
Sunandi Zubaidi, Badean, Banyuwangi) atau Gus Ali Mahfud mungkin bisa
menjelaskan sumber-sumber akuratnya dari agama Islam.
Kematian
Ustad Uje (Jerry al-Buchori) masuk dalam kriteria "mati masuk surga" di
atas. Beliau meninggal dengan amat cepat, tak terduga, dan 'pas' di hari
Jumat. Kemudian jenazahnya disalatkan ribuan manusia, diantarkan ke
pembaringan terakhir di TPU Karet Tengsi oleh ribuan manusia. Jalanan
macet. Polisi lalu lintas sibuk mengatur beludak manusia. Kematian yg
menggetarkan, indah, lezat, dan konon ditandai dengan awan berbentuk
orang sedang berdoa di langit. Orang-orang begitu mencintai sang ustad,
Ustad Uje yg bersahaja. Profilnya baik di hadapan publik, keluarganya
"sakinah wa waddah wa rohmah" dan tidak berpoligami, mendakwahkan ajaran
agama Islam di televisi. Ibu-ibu, bapak-bapak, kaum muda dan remaja
mendengarkan dakwah sang ustad serta meresapi nada suaranya yg merdu
melantunkan selawat dan ayat suci memanggil jiwa untuk kembali kepada
Tuhan sang maha pencipta. Begitulah kematian orang baik dan bertakwa.
Tidak sama dan jangan disamakan dengan kematian seorang pelacur,
misalnya. Alih-alih mati di hari Jumat, disalatkan oleh lebih dari 40
orang, dan ada tanda awan berdoa, ada yg mau ngubur saja untung. Tidak
sama pula dengan matinya seorang maling, umpama, tidak indah sama
sekali. Mati dikeroyok massa. Mengenaskan. Dan orang pun mengkategorikan
kematian pelacur dan maling dalam kategori "mati ke neraka" atau "mati
yg hina".
Kematian sang ustad, Ustad Uje, yg dicintai
jama'ahnya karena berdakwah Islam dan mengisi relung hati yg sunyi itu,
mengingatkanku pada beberapa kisah nun dulu kala, tapi tidak dulu-dulu
kala amat.
Saya ingat kematian Leo Tolstoy di stasiun kereta,
sepi, dan jenazahnya ditutupi kertas. Tolstoy yg meletakkan teladan dan
peradaban di Rusia dan pengaruhnya mencerahkan dunia. Saya ingat
kematian Fariduddin Attar, seorang sufi agung yg ahli farmasi, beliau
wafat karena dipenggal oleh tentara Mongol karena dianggap pemberontak.
Saya ingat kematian seorang kiai di dusun saya, disalatkan oleh para
santrinya, ketika jenazah diberangkatkan ke pembaringan terakhir, hujan
turun sederas-derasnya hingga pemakaman ditunda ke keesokan harinya.
Lalu saya ingat kematian Pak Damin dalam kisah "Kiai Nyentrik Membela
Pemerintah". Di sebuah dusun, hiduplah seorang kiai salaf yg
berpengaruh. Dia bersabda: "Orang yg tidak salat dan tidak puasa, tidak
menjalankan rukun Islam, jenazahnya tidak wajib diurus. Dia termasuk
kafir!".
Tak ada satu pun warga di dusun itu yg berani
menentang sabda sang kiai berpengaruh, dipatuhi, dan teguh memegang
ajaran agama dengan keimanan yg mengerikan ini. Hingga suatu waktu,
entahlah kenapa suatu waktu, datanglah pendatang bernama Pak Damin ke
dusun itu mengunjungi kemenakannya. Usia Pak Damin sudah tua. Dia
tinggal di rumah kemenakannya di dusun itu hampir sebulan. Selama
sebulan, dia baik pada tetangga, dia dengan sigap mengantar anak
tetangga yg sakit dini hari ke dokter dan dia mengeluarkan biaya berobat
dengan semua uang kebutuhannya. Tulus sekali Pak Damin membantu orang
lain tanpa peduli pada kebutuhannya sendiri. Dan Pak Damin adalah orang
yg tidak beragama, dia aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yg Maha Esa.
Pada pagi itu, Pak Damin meninggal dunia. Tepat di hari Jumat. Para
tetangga tidak berani mengurus jenazahnya, mereka takut pada sabda kiai
yg mengharamkan mengurus jenazah orang tidak menjalankan rukun Islam,
apalagi tidak beragama seperti Pak Damin. Walaupun para tetangga merasa
ingin mengurus jenazah Pak Damin karena kebaikan dan pengorbanan Pak
Damin yg sangat banyak kepada para tetangga selama hidupnya. Keluarganya
pasrah menunggu saudara dari jauh datang untuk mengurus jenazah.
Kabar kematian Pak Damin sampai ke telinga kiai dusun yg dengan keimanan yg mengerikan itu.
"Kenapa tidak kalian urus jenazah Pak Damin itu? Dia mati tepat hari
Jumat, "hari surga", dia mati khusnul khatimah. Ayo segera!" kata kiai.
Rupanya kiai belum tahu bahwa Pak Damin adalah orang yg tak beragama.
Setelah dimakamkan, kiai pun berpidato.
"Saudara-saudara, Pak
Damin wafat di hari Jumat, disalatkan oleh hampir seribu warga dusun.
Beliau khusnul khatimah dan masuk surga. Terima kasih," kata kiai.
Semua orang pulang. Dalam perjalanan pulang dari pemakaman, seseorang
menghampiri kiai, berbisik: "Kia, Pak Damin itu gak beragama".
"Apa?!" kia terperanjat, mematung menganga.
Angin menjelang salat Jumat mengelus leher kiai kita dengan lembutnya.
"Astaghfirullah. Ampuni hamba. Ampuni Pak Damin," gumam kiai pelan,dan
tak ada siapa pun yg mendengar.
Taufiq WR.
Muncar, 2013 —
Tidak ada komentar:
Posting Komentar